Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angket KPK, Polemik soal Cacat Hukum dan Celah Menggugat Hasil Pansus

Kompas.com - 16/06/2017, 06:51 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan nada penolakan atas pembentukan Panitia Khusus Hak Angket KPK terus bermunculan.

Kalangan masyarakat sipil, aktivis hingga akademisi mengkritik usulan hak angket tersebut karena dinilai cacat hukum, berpotensi melemahkan KPK, dan sarat kepentingan. Bahkan dukungan itu sampai mereka tunjukkan dengan mendatangi gedung KPK.

Sementara, selama 60 hari setelah dibentuk, Pansus Hak Angket KPK akan melakukan penyelidikan mengenai isu yang diajukan. Mereka akan meminta keterangan dari pemerintah, KPK, saksi, pakar dan pihak terkait lainnya.

Hasil penyelidikan tersebut nantinya akan dilaporkan dalam rapat paripurna DPR. Kemudian rapat paripurna akan mengambil keputusan terkait laporan penyelidikan pansus.

Di tengah segala kemungkinan manuver politik yang bisa terjadi, masyarakat diharapkan mengawal proses tersebut agar hasil penyelidikan pansus tidak mengarah pada pelemahan KPK.

Pakar hukum tata negara Mahfud MD menuturkan bahwa masyarakat bisa menempuh jalur hukum jika hasil penyelidikan dinilai menghambat upaya pemberantasan korupsi.

Menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, keputusan parlemen bisa digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Kalau di pengadilan ada satu, ke PTUN berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan, keputusan parlemen bisa diajukan ke PTUN. Bisa masyarakat yang mengajukan," ujar Mahfud, pada acara buka puasa bersama Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2017).

UU Administrasi Pemerintahan menyatakan, keputusan badan legislatif bisa dibatalkan apabila terdapat cacat wewenang, prosedur dan substansi.

Masyarakat yang merasa dirugikan dari keputusan tersebut bisa mengajukan upaya administratif, yakni keberatan dan banding.

Selain itu, kata Mahfud, ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan, yaitu melalui MK.

"Bisa juga dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi untuk minta penafsiran apakah boleh lembaga non-pemerintah untuk diajukan hak angket," kata Mahfud.

Cacat hukum

Sebelumnya pada Rabu (14/6/2017) lalu, Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menyerahkan hasil kajian dari 132 pakar terkait pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket.

Mereka menilai pembentukan Pansus Hak Angket cacat hukum sebab menyalahi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com