JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan, pimpinan dan jajaran KPK akan melakukan konsoliasi menyikapi masukan berbagai pihak mengenai pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK.
Sejak Selasa (13/6/2017) kemarin, KPK telah mendengar pendapat dari sejumlah ahli termasuk kajian dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.
"Mungkin segera setelah ini akan kami bicarakan sehingga kami mempunyai sikap yang sama di antara seluruh pimpinan yang ada dan seluruh jajaran KPK," kata Agus, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (14/6/2017).
Agus mengatakan, KPK mengucapkan terima kasih kepada para pihak tersebut karena memberikan masukan serta kajian kepada KPK.
"Itu sangat memberikan dukungan dan pemahaman yang lebih kuat kepada kami," ujar Agus.
Menurut Agus, Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) punya rencana mengambil langkah hukum terkait masalah angket oleh DPR terhadap KPK.
"Tadi Pak Mahfud bilang teman-teman dari pengajar hukum tata negara akan mengambil langkah hukum. Langkah hukum itu sangat kami nantikan karena sangat bermanfaat bagi kami untuk kemudian bisa menentukan sikap di waktu-waktu mendatang," ujar Agus.
Cacat hukum
Sebelumnya, Ketua Umum APHTN-HAN Mahfud MD mengatakan, berdasarkan kajian para pakar, pembentukan Pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI cacat hukum.
"Terkait rencana Hak Angket di DPR maka kami menilai bahwa pembentukan Pansus Hak Angket itu cacat hukum," kata Mahfud dalam jumpa pers bersama pimpinan KPK, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (14/6/2017).
APHTN-HAN bersama Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengkaji soal pembentukan Pansus hak angket.
Mahfud menjelaskan, ada tiga hal dasar Pansus dinilai cacat hukum.
Pertama, karena subyek hak angket, yakni KPK dinilai keliru.
Kedua, obyek hak angket, yakni penanganan perkara KPK. Obyek penyelidikan hak angket harus memenuhi tiga kondisi, yakni hal penting, strategis dan berdampak luas bagi masyarakat.
"Ini pentingnya apa? Urusan pengakuan Miryam Haryani yang mengaku ditekan itu kan hal biasa, tidak ada hal yang gawat di situ. Dan itu kan sudah dibuktikan dalam sidang praperadilan sudah benar (KPK)," ujar Mahfud.
Ketiga, prosedurnya dinilai salah.
Prosedur pembuatan pansus itu, lanjut Mahfud, diduga kuat melanggar undang-undang karena prosedur pembentukan terkesan dipaksakan.
Seharusnya, kata dia, rapat paripurna dilakukan voting lantaran seluruh fraksi belum mencapai kesepakatan.