Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mimin Dwi Hartono
Staf Senior Komnas HAM

Staf senior Komnas HAM yang saat ini bertugas sebagai Plt Kepala Bagian Penyuluhan dan Kasubag Teknologi Informasi Komnas HAM. Pada 2006-2015, bertugas sebagai pemantau/penyelidik Komnas HAM. Hobi menulis, membaca, dan camping.

Tanggung Jawab Mutlak dalam Perspektif HAM dan Lingkungan Hidup

Kompas.com - 14/06/2017, 19:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

GEGAP gempitanya politik yang berbalut dengan isu SARA semakin meminggirkan isu lingkungan hidup ke posisi yang sangat marginal.

Padahal, lingkungan hidup sangat esensial bagi keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita hidup dari dan bersama dengan lingkungan alam kita: air, udara, tanah, dan ekosistemnya. Tanpa lingkungan hidup yang baik dan sehat, hidup dan penghidupan kita akan terancam.

Untuk itulah, hak atas lingkungan hidup menjadi bagian dari kebutuhan dasar manusia sehingga telah menjadi hak konstitusional setiap warga negara, sebagaimana ditegaskan di Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Sebagai implementasi dari kewajiban negara untuk menyediakan dan memenuhi lingkungan hidup yang baik dan sehat, diperkenalkan konsep strict liability atau tanggung jawab mutlak di dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Strict liability adalah tanggung jawab mutlak yang dibebankan pada pihak baik perorangan atau korporasi karena terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang berada di dalam rentang kendalinya.

Pasal 88 UU PPLH berbunyi “Setiap orang yang tindakannya, usahanya dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3 dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup, bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi sepanjang kerugian tersebut disebabkan oleh yang bersangkutan.”

Namun, ketentuan tentang strict liability yang menjadi instrumen negara untuk memastikan lestari dan berfungsinya lingkungan hidup untuk menunjang ekosistem dan kehidupan manusia ini terancam oleh gugatan asosiasi pengusaha kehutanan dan kelapa sawit.

Mereka menggugat Pasal 88 ke Mahkamah Konstitusi karena dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945. Menurut penulis, argumen ini tidak relevan karena justru ketentuan tentang strict liability ada untuk melaksanakan ketentuan yang telah diatur di Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

Kita harus peduli dengan gugatan itu dan mengambil sikap, karena berpotensi menjadi ancaman bagi pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pun juga mengancam hak-hak lingkungan yang mempunyai mekanisme tersendiri untuk sesuai dengan daya dukungnya (carrying capacity).

Ketika daya dukung lingkungan rusak, maka alam akan bertindak sendiri melalui beragam bencana akan menyapa manusia yaitu banjir, tanah longsor, kekeringan ekstrim, kebakaran hutan/lahan, kelaparan, dan berbagai jenis penyakit.

Menurut Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB), pada tahun 2016 telah terjadi 2.384 bencana di Indonesia. Jumlah ini meningkat dari 1.732 bencana di tahun 2015.

Peningkatan bencana disebabkan oleh faktor alam, seperti perubahan iklim dan faktor antropogenik, meliputi degradasi lingkungan, permukiman di daerah rawan bencana, daerah aliran sungai kritis, dan urbanisasi.

Baca juga: Isu Lingkungan Hidup Daya Tarik Kunjungan Raja Swedia ke Indonesia

Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 30 triliun setiap tahun. Kerugian ini belum menghitung tercerabutnya hak asasi manusia akibat bencana.

Selama puluhan tahun, perusakan atas lingkungan hidup telah berlangsung secara sistematis dan terencana dengan melibatkan banyak pihak, baik aktor negara dan non-negara (korporasi, masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga riset, lembaga dana, dan pihak-pihak lainnya).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com