Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mimin Dwi Hartono
Staf Senior Komnas HAM

Staf senior Komnas HAM yang saat ini bertugas sebagai Plt Kepala Bagian Penyuluhan dan Kasubag Teknologi Informasi Komnas HAM. Pada 2006-2015, bertugas sebagai pemantau/penyelidik Komnas HAM. Hobi menulis, membaca, dan camping.

Menguji Calon Anggota Komnas HAM

Kompas.com - 17/05/2017, 08:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAna Shofiana Syatiri

Komnas HAM kembali menjalani suksesi setiap lima tahun untuk mengisi komisioner periode 2017-2022. Setelah menyelesaikan seleksi tahap satu dan dua, tahap ketiga yaitu dialog publik akan dilaksanakan pada 17-18 Mei 2017. Sebanyak 60 calon anggota Komnas HAM akan mengikuti acara yang terbuka untuk publik itu.

Dibandingkan dengan proses seleksi komisioner lembaga sampiran negara (state auxiliaries agency) seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum, dan Ombudsman RI, animo masyarakat untuk mendaftar sangat minim. Selama masa pendaftaran tiga bulan, jumlah pendaftar hanya sekitar 199 pelamar.

Ada beberapa catatan penting yang harus dijawab oleh para calon anggoa Komnas HAM pada dialog publik sehingga publik mengetahui sejauh mana visi dan kapabilitasnya.

Berdasarkan survei yang dilakukan melalui Twitter Komnas HAM, komisioner Komnas HAM yang paling utama harus mempunyai dan mampu membangun integritas!

Untuk membangun Komnas HAM yang berintegritas, tata kelola kelembagaan Komnas HAM harus dibenahi. Tata kelola yang berbasis pada prinsip kolektif kolegial yaitu cara pengambilan keputusan secara bersama (kolektif) dan dilakukan dengan setara tanpa ada pendapat yang bobotnya lebih tinggi dari yang lain (kolegial), harus dijabarkan dan didefinisikan agar tidak terjadi salah tafsir yang memengaruhi kinerja Komnas HAM secara keseluruhan. Tata Tertib Komnas HAM yang menetapkan masa jabatan ketua digilir setiap tahun adalah kesalahan fatal! Hal ini harus dikoreksi oleh anggota Komnas HAM terpilih nantinya.

Menurut Undang-Undang No 39/1999 tentang HAM, komisioner Komnas HAM berjumlah 35 orang. Dari satu periode ke periode berikutnya, jumlah komisioner semakin menurun menyesuaikan dengan dinamika sosial dan politik yang terjadi.

Pada periode 2002-2007, jumlah komisioner mencapai 23 orang, periode 2007-2012 sebanyak 11 orang, dan periode 2012-2017 sebanyak 13 orang. Dari hasil konsultasi antara Pansel Komnas HAM dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, jumlah komisioner Komnas HAM 2017-2022 disepakati sebanyak tujuh orang.

Dengan pembagian, tiga orang sebagai pimpinan, dan empat orang masing-masing memegang jabatan koordinator pada fungsi pengkajian/penelitian, pendidikan/penyuluhan, pemantauan/penyelidikan, dan mediasi yang diatur di dalam UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Selain itu, Komnas HAM memegang mandat penyelidikan pelanggaran HAM yang berat dalam UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM serta kewenangan pengawas di dalam UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.


Dengan jumlah komisioner sebanyak tujuh orang, empat fungsi pokok yang diemban Komnas HAM menurut Undang-Undang Nomor 39/1999 lebih maksimal, proses pengambilan keputusan strategis di Sidang Paripurna lebih responsif dan efektif, dan mengefektifkan peran komisioner pada tataran kebijakan dan isu strategis, bukan pada hal teknis dan administratif yang masih sering terjadi.

Komnas HAM harus membangun integritas penanganan kasus. Banyak yang berpendapat bahwa salah satu titik lemah dari fungsi pemantauan/penyelidikan adalah kewenangannya yang hanya bersifat memberikan rekomendasi atas kasus pelanggaran HAM. Basis prinsip kewenangan ini adalah untuk mendorong negara untuk melakukan perbaikan (to improve), bukan untuk menghukum (to punish).

Apakah ketika rekomendasi Komnas HAM berkekuatan hukum (legally banding), bisa membenahi kinerja dan memperbaiki kondisi HAM di tanah air, khususnya, berkurangnya pelanggaran HAM? Menurut hemat penulis, belum tentu!

Dengan mengikat secara hukum, jika pelaku khususnya negara sebagai pengemban kewajiban (duty bearer) tidak melaksanakan rekomendasi Komnas HAM, akan ada konsekuensi hukum baik secara pidana, perdata, maupun administrasi negara.

Apabila rekomendasi Komnas HAM bersifat mengikat, akan berpotensi terjadinya konflik kewenangan antara lembaga negara yang bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Bayangkan, jika Komnas HAM menerbitkan rekomendasi yang menyatakan bahwa putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap telah melanggar HAM! Pasti akan terjadi "deligitimasi" atas putusan hukum yang bisa memicu gejolak sosial dan konflik antar lembaga negara.

Menurut penulis, untuk konteks saat ini, sifat rekomendasi Komnas HAM sebagaimana diatur UU tentang Hak Asasi Manusia, sudah cukup. Komnas HAM harus membenahi tata kelola penanganan kasus dari hulu hingga hilir, yaitu mulai pengaduan diterima, pemantauan/mediasi, dan monitoring atas rekomendasi yang dikeluarkan.

Komnas HAM bisa bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara/Reformasi Birokrasi, dan Ombudsman RI yang telah memunyai dan mengembangkan aplikasi LAPOR! Hal ini khususnya untuk memonitor rekomendasi Komnas HAM agar dilaksanakan dan dipatuhi oleh pelaku (pihak yang diadukan) khususnya negara. Dalam aplikasi LAPOR!, pihak yang diadukan bisa mendapatkan sanksi di antaranya berupa pengurangan anggaran ataupun sanksi lainnya yang berefek jera.

Komnas HAM juga harus mulai memikirkan dan membangun integritas pengelolaan data dalam, bentuk database HAM terpadu. Sejak didirikan pada1993, Komnas HAM telah menangani ratusan ribu kasus, termasuk pelanggaran HAM yang berat, dan melakukan ratusan kegiatan pendidikan/penyuluhan dan pengkajian/penelitian.


Namun, data dan informasi atas kegiatan itu tidak dikelola dan dimanfaatkan dalam database yang utuh. Padahal, dengan adanya database, Komnas HAM akan terbantu untuk membenahi kinerja dan mendorong perubahan kebijakan negara berbasis pada bukti (evidence-based policy change) termasuk dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat.  

Pembenahan integritas secara internal juga hal yang penting. Komnas HAM harus melakukan pembenahan mendasar di tataran sekretariat jenderal agar mampu menjalankan peran administratif secara optimal dan melakukan kegiatan penguatan kapasitas staf secara kontinyu untuk memperkuat peran dan tanggung jawab komisioner.

Komnas HAM harus mengoptimalkan fungsi dan peran teknologi informasi untuk membangun transparansi keuangan dan administrasi kelembagaan (e-government), serta mengefektifkan kegiatan pendidikan HAM agar bisa mengubah kesadaran masyarakat dan pemahaman aparat negara secara lebih luas dan masif.

Semoga catatan penting tersebut menjadi perhatian dan mampu direspons oleh para calon komisioner dalam dialog publik selama dua hari, serta menjadi catatan kritis bagi Panitia Seleksi Komnas HAM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com