Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wawancara Khusus, HTI Bicara soal Pembubaran hingga Wacana Khilafah

Kompas.com - 12/05/2017, 06:06 WIB
Bayu Galih,
Kristian Erdianto,
Rakhmat Nur Hakim

Tim Redaksi

Ini sebenarnya adalah kacamata lama yang coba dihidupkan lagi. Memang aksi 212 dan 411 itu satu peristiwa yang sangat fenomenal. Tapi ternyata peristiwa yang sangat fenomenal itu bisa berimplikasi macam-macam, tergantung "cara baca" kita. Dan "cara baca" yang menimbulkan masalah hingga saat ini adalah "cara baca" bahwa ini adalah soal kebangkitan radikal Muslim. 

Ini "bacaan" lama yang pasti dalam sebuah konstruksi... menakutkan. Karena mereka selalu berpikir, dulu itu saat masa Orde Baru ada yang namanya ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Sekarang tidak ada lagi ekstrem kanan dan ekstrem kiri, tetapi ada yang disebut dengan Islam kanan dan Islam moderat.

Dan yang tampak sekarang ini adalah Islam kanan. Itu kita bisa baca dari reportase media luar kan. Bahwa Indonesia sekarang didominasi oleh radikal Islam. "Kemenangan Anies itu adalah kemenangan Islam radikal". Ya seperti begitu.

(Baca juga: Menilik Upaya Pembubaran HTI dalam Kerangka Penegakan Hukum)

Tapi yang dipermasalahkan pemerintah karena ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. HTI tidak melihat seperti itu?

Ya itu kan alasan formal. Yang memang sering dipakai dengan sangat mudah untuk menghentikan kelompok Islam.

(Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Bubarkan Hizbut Tahrir Indonesia)

Dari pemerintah terdahulu pernah ada tekanan?

Tidak pernah ada. Zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)? Tidak ada. Megawati? Tidak ada. Gus Dur (Abdurrahman Wahid) sekalipun tidak ada. Malah Gus Dur itu bertanya kepada sahabat saya yang jadi orang dekatnya, ketika mendengarkan saya melalui televisi. "Oh ternyata orang NU juga". Kan saya memang keluarga besar NU.

Selama ini Hizbut Tahrir identik dengan wacana khilafah, seperti apa khilafah yang dimaksud?

HTI itu ngomong khilafah bukan baru sekarang. Dari awal, dari dulu itu sudah seperti itu. Jadi tidak ada yang berubah.

Tetapi mungkin menjadi sesuatu yang menakutkan setelah kemunculan ISIS. HTI itu tidak ada hubungannya dengan ISIS.

HTI itu setelah hari kedua dan ketiga deklarasi kekhilafahan Al-Bagdadi, menolak deklarasi itu karena dianggap tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Bahkan dalam perkembangannya ada anggota senior Hizbut Tahrir di Suriah itu dibunuh oleh mereka. Jadi tidak ada hubungannya Hizbut Tahrir dengan ISIS.

Cuma kemudian, katakanlah wajah kekhilafahan Al-Bagdadi itu kan menyeramkan. Beredar foto dan video yang sangat sadistis itu. Makanya jadi terbentuk semacam kerangka pemahaman bahwa khilafah itu mengerikan. Sebelumnya tidak ada yang begitu-begitu.

Ada pernyataan menarik ketika HTI pernah menyerukan militer mengambil alih kekuasaan. Apa maksud dari pernyataan itu?

Jadi begini, itu tidak bisa dilepaskan dari dinamika pada waktu itu, di mana kalau enggak salah di masa SBY (pada 2014). Itu kan situasinya, saat itu SBY memberikan ruang yang sangat longgar, demo-demo di depan Istana. Jadi itu harus dibaca sesuai konteks pada waktu itu.

Tapi apakah itu juga salah satu pemicu pembubaran?

Halaman:


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com