Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Upaya Pembubaran HTI dalam Kerangka Penegakan Hukum

Kompas.com - 10/05/2017, 07:55 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI menimbulkan reaksi yang beragam dari kalangan masyarakat.

Banyak yang memberikan apresiasi dan mendukung upaya tersebut. Namun, tidak sedikit pula yang mengkritik. Pemerintah pun diminta bersikap hati-hati, bahwa upaya pembubaran HTI harus dilakukan berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Mereka yang menentang berpendapat bahwa pemerintah telah melakukan pengekangan terhadap hak kebebasan berpikir, berpendapat, berkumpul dan berserikat sebagaimana diatur dalam konstitusi.

Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan SDM (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rumadi Ahmad menilai bahwa pembubaran organisasi bukan sesuatu yang diharamkan dalam negara demokrasi.

Menurut Rumadi, pembubaran organisasi tidak bisa disamakan dengan pembatasan berpikir dan berkeyakinan.

"Berpikir dan berkeyakinan memang tidak bisa dibatasi, tapi berorganisasi untuk memperjuangkan pikiran dan keyakinan bisa dibatasi," ujar Rumadi melalui keterangan tertulisnya, Selasa (9/5/2017).

Meski demikian Rumadi menekankan, pembubaran organisasi tidak dibenarkan jika dilakukan secara sewenang-wenang. Prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Ormas harus diikuti.

Surat peringatan dan pengajuan ke pengadilan harus dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, kata Rumadi, HTI juga harus diberikan hak untuk membela diri di pengadilan.

"Meskipun ideologi politik HTI tidak mengakui sistem hukum yang berlaku di Indonesia, tapi mereka tetap harus diberi kesempatan membela diri dalam sistem hukum di Indonesia," tutur Rumadi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra.

Dia mengatakan, pemerintah tidak begitu saja dapat membubarkan ormas berbadan hukum dan berlingkup nasional, kecuali lebih dulu secara persuasif memberikan surat peringatan selama tiga kali.

Jika langkah persuasif tidak dipedulikan, pemerintah dapat mengajukan permohonan untuk membubarkan ormas tersebut ke pengadilan.

Dalam sidang pengadilan, ormas yang ingin dibubarkan diberikan kesempatan untuk membela diri dengan mengajukan alat bukti, saksi dan ahli untuk didengar di depan persidangan.

"Saya berpendapat pemerintah harus bersikap hati-hati dengan lebih dulu menempuh langkah persuasif, kemudian menempuh langkah hukum untuk membubarkannya," ujar Yusril melalui keterangan tertulisnya, Senin (8/5/2017).

"Langkah hukum itu pun benar-benar harus didasarkan atas kajian yang mendalam dengan alat bukti yang kokoh. Jika tidak, permohonan pembubaran yang diajukan oleh jaksa atas permintaan Menkumham itu bisa dikalahkan di pengadilan, oleh para pengacara HTI," kata dia. 

(Baca juga: Kata Yusril, Pemerintah Bisa Kalah dengan HTI di Pengadilan)

Halaman:


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com