JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kedelapan kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/4/2017).
Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 10 saksi. Sebagian besar saksi merupakan orang-orang yang diduga mengetahui ada proses yang menyimpang dalam pengadaan e-KTP.
Jaksa memanggil dua saksi yang merupakan dosen Institut Teknologi Bandung, yaitu Ing Mochammad Sukrisno Mardiyanto dan Saiful Akbar.
Kemudian, ada pula saksi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yakni Arief Sartono, staf peneliti BPPT Gembong Satrio Wibowanto, staf pusat teknologi informasi dan komunikasi di BPPT Tri Sampurno, serta tim teknis dari BPPT, Dwidharma Priyasta.
Jaksa juga memanggil mantan Kepala Direktorat Pengendalian Persandian Lembaga Sandi Negara, Salius Matram Saktinegara; Kepala Subdit SIAK Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Muhammad Wahyu Hidayat; PNS Ditjen Dukcapil Kemendagri, Benny Kamil; dan Pringgo Hadi Tjahyono sebagai sekretaris panitia pengadaan barang/jasa untuk proyek ini.
Berikut 6 fakta menarik dalam sidang kedelapan kasus e-KTP:
1. Tim Teknis E-KTP Dikirim ke AS dan Diberikan Uang 20.000 Dollar
Salah satu anggota tim teknis yang dibentuk Kementerian Dalam Negeri untuk proyek pengadaan e-KTP, Tri Sampurno, mengaku pernah diberangkatkan ke Amerika Serikat pada 2012.
Tri yang merupakan perekayasa muda di BPPT juga mengaku diberikan uang 20.000 dollar AS sebagai uang saku saat menghadiri undangan Biometric Consortium Conference.
Awalnya, Tri mengira perjalanan dinas ke AS tersebut dibiayai oleh Kemendagri. Namun, ternyata dibiayai oleh Johanes Marlim dari PT Biomorf.
Dalam proyek e-KTP, Johanes merupakan bagian dari konsorsium pelaksana proyek e-KTP. Dia merupakan provider produk Automated Finger Print Identification System (AFIS).
(Baca: Tim Teknis E-KTP Dikirim ke AS dan Diberikan Uang 20.000 Dollar)
2. Sebelum Jadi Tim Teknis E-KTP, Pegawai BPPT Diundang Rapat oleh Tim Fatmawati
Tri Sampurno mengakui bahwa sebelum menjadi tim teknis, ia dan beberapa rekannya di BPPT pernah diundang rapat oleh Tim Fatmawati.
Tim Fatmawati merupakan sekumpulan orang yang terdiri dari sejumlah perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Astagraphia, dan Murakabi Sejahtera.
Tim tersebut beberapa kali melakukan pertemuan di Graha Mas Fatmawati, ruko milik Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Menurut jaksa KPK Irene Putrie, keterangan saksi tersebut membuktikan bahwa spesifikasi teknis dalam proyek e-KTP sudah direncanakan sejak awal di Ruko Fatmawati. Selain itu, pertemuan sebagai dasar untuk menetapkan harga yang akan digelembungkan.
(Baca: Sebelum Jadi Tim Teknis E-KTP, Pegawai BPPT Diundang Rapat Tim Fatmawati)
3. Anggota Tim Teknis E-KTP Akui Terima Uang dari Kakak Andi Narogong
Tri Sampurno mengakui pernah menerima uang dari pengusaha Dedi Prijanto. Dedi merupakan kakak Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang mengerajakan proyek e-KTP.
Dedi menerima uang Rp 2 juta yang disebut sebagai uang taksi. Uang diberikan seusai Tri menyaksikan demo yang dilakukan konsorsium PNRI.
(Baca: Anggota Tim Teknis E-KTP Akui Terima Uang dari Kakak Andi Narogong)
4. Lelang Proyek E-KTP Tak Ikuti Saran LKPP
Panitia lelang dalam pengadaan e-KTP, Pringgo Hadi Tjahyono, mengatakan bahwa proses lelang dalam proyek e-KTP tidak mengikuti saran Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Awalnya, LKPP menyarankan agar lelang sembilan paket pekerjaan dilakukan terpisah. Namun, pada akhirnya lelang tetap dijadikan satu paket.
(Baca: Saksi Sebut Lelang Proyek E-KTP Tak Ikuti Saran LKPP)
5. Alasan Panitia Lelang Menangkan Konsorsium PNRI dalam Proyek E-KTP
Pringgo Hadi Tjahyono mengatakan bahwa lelang dalam proyek e-KTP dimenangkan oleh konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI).
Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
Menurut dia, PNRI dimenangkan karena dalam evaluasi peniliaian teknis, PNRI mendapat nilai yang tinggi. Selain itu, penawaran yang diajukan PNRI nilainya rendah.
(Baca: Alasan Panitia Lelang Menangkan Konsorsium PNRI dalam Proyek E-KTP)
6. Konsorsium E-KTP Seharusnya Tak Lolos Proses Lelang
Sejumlah perusahaan yang tergabung dalam Konsorsium PNRI seharusnya tidak dapat menjadi pemenang lelang dalam proyek pengadaan e-KTP.
Menurut jaksa, konsorsium tidak memenuhi syarat mandatory wajib dan tidak lolos pada proof of concept.
Dalam proses lelang, konsorsium tidak melampirkan sertifikat ISO 9001 dan ISO 14001 dalam dokumen penawarannya, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan.
Berdasarkan serangkaian evaluasi teknis tersebut sampai dengan dilakukannya proses uji coba alat dan output, ternyata tidak ada peserta lelang yang dapat mengintegrasikan Key Management Server (KMS) dengan Hardware Security Module (HSM).
Dengan demikian, tidak dapat dipastikan bahwa perangkat tersebut telah memenuhi kriteria keamanan perangkat sebagaimana diwajibkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Namun, berdasarkan keterangan para saksi yang merupakan tim teknis dan panitia lelang, terdakwa Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia Lelang, Drajat Wisnu Setiawan, tetap meminta agar PNRI diloloskan dalam proses lelang.
(Baca: KPK Nilai Konsorsium E-KTP Seharusnya Tak Lolos Proses Lelang)