Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi II Minta "Fit and Proper Test" Komisioner KPU-Bawaslu Digelar

Kompas.com - 27/03/2017, 12:45 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian menilai, tak ada alasan untuk menunda proses uji kelayakan dan kepatutan calon Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Ia mengatakan, meski pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu belum selesai, proses uji kelayakan dan kepatutan harus tetap berjalan karena tak ada perubahan signifikan ihwal penyelenggara pemilu di UU baru.

"Syarat usia komisioner disepakati tidak berubah. Sementara itu, penambahan jumlah komisioner yang disepakati juga tidak harus berpengaruh terhadap proses fit and Proper karena bisa dicari jalan keluarnya," papar Hetifah melalui keterangan tertulis, Senin (27/3/2017).

(baca: Jumlah Komisioner KPU Akan Bertambah Menjadi 11)

Apalagi, sebelumnya, Komisi II telah menyusun jadwal kerja pada 3 hingga 10 April untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan.

Hendaknya, tutur Hetifah, rencana tersebut segera direalisasikan agar tak mengganggu kesinambungan jadwal pengesahan calon Komisioner KPU dan Bawaslu di Rapat Paripurna DPR.

Dengan demikian, komisioner yang baru bisa dilantik tepat pada 12 April.

(baca: Sigit: Tak Ada Urgensi Perpanjang Masa Jabatan Komisioner KPU-Bawaslu)

Ia menambahkan, digelarnya uji kelayakan dan kepatutan akan menghilangkan stigma DPR yang hendak menyisipkan kepentingannya di internal KPU dan Bawaslu.

"Ini penting untuk segera dilakukan. Ke depan, komunikasi antara partai politik dengan KPU dan Bawaslu harus dibangun," papar Hetifah.

"Namun, memasukkan anggota partai politik dalam keanggotaan KPU dan Bawaslu bukan jalan keluarnya karena kemandirian KPU dan Bawaslu sesuai amanat pasal 22 E ayat 5 UUD 1945 dan keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) merupakan hal yang mutlak," lanjut Hetifah.

Sebelumnya sejak Februari 2017, pemerintah melalui panitia seleksi calon Komisioner KPU dan Bawaslu telah mengirimkan 14 nama calon Komisioner KPU dan 10 nama calon Komisioner Bawaslu.

Namun hingga kini DPR tak kunjung memprosesnya dengan alasan hendak menunggu pembahasan RUU Pemilu selesai.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman mengatakan, ada alasan lain yang berkembang di internal komisi II terkait kemungkinan penolakan nama-nama calon komisioner KPU-Bawaslu tersebut.

Desas-desus yang berkembang, kata dia, berkaitan dengan uji materi pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi soal kewajiban KPU berkonsultasi dengan DPR dalam menyusun Peraturan KPU (PKPU).

KPU menganggap aturan dalam UU Pilkada tersebut mengebiri kemandirian mereka sebagai lembaga dalam mengambil keputusan, yaitu membentuk PKPU.

KPU melayangkan judicial review, namun hingga kini belum diputus oleh MK.

Mereka yang lolos seleksi calon komisioner KPU merupakan komisioner lama yang mendorong judicial review. Sementara, yang tak mendukung judicial review tak lolos.

Misalnya Ketua Bawaslu, Muhammad. Ia tak mendukung judicial review tersebut dan kebetulan tak lolos seleksi calon komisioner KPU.

Sementara, empat orang petahana komisioner KPU yang mendukung judicial review, masuk dalam daftar calon komisioner.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com