Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi yang Paling Korup, DPR dan Partai Politik Seharusnya Malu

Kompas.com - 09/03/2017, 15:05 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus menilai, seluruh anggota DPR seharusnya malu dengan predikat yang menempel pada institusi mereka sebagai lembaga terkorup.

Meskipun predikat itu disematkan kepada DPR secara institusi, tetapi hal tersebut tidak dapat terlepas dari seluruh anggota DPR yang berada di dalamnya.

“Rasa malu kolektif dari anggota DPR mestinya membuat mereka punya satu semangat untuk saling mengingatkan agar tak terjebak lagi dalam praktek korupsi,” kata Lucius dalam pesan singkatnya, Kamis (9/3/2017).

Predikat itu sebelumnya merujuk hasil survei Global Corruption Barometer (GCB) yang dipublikasikann Transparency International Indonesia (TII). Survei GCB dilakukan di 16 negara Asia Pasifik pada Juli 2015-Januari 2017 kepada 22.000 responden.

(Baca:  DPR Dianggap Lembaga Terkorup, Ini Komentar Fadli Zon)

Untuk Indonesia, survei berlangsung 26 April-27 Juni 2016 dengan 1.000 responden di 31 provinsi. Hasilnya untuk Indonesia, DPR dianggap paling korup. Hasil survei itu terkonfirmasi antara lain dengan adanya sejumlah anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi.

Salah satunya adalah kasus pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 yang disidangnkan hari ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Selain anggota DPR, Lucius menilai partai politik seharusnya juga turut menanggung rasa malu itu. Pasalnya, anggota DPR merupakan representasi perwakilan partai politik. Menurut dia, yang dilakukan oleh para wakil partai politik itu menggambarkan wajah yang diwakili.

“Predikat DPR sebagai lembaga terkorup sesungguhnya merupakan lonceng kematian parpol sebagai ‘penanggung jawab’ penuh keberadaan anggota-anggota di DPR,” ujarnya.

Rekrutmen tak maksimal

Salah satu penyebab masih adanya praktik korupsi, lantaran belum maksimalnya proses rekruitmen dan kaderisasi yang dilakukan parpol.

Lucius mengatakan, partai politik merupakan institusi resmi yang bertanggung jawab dalam menyiapkan kader yang bersih dan berintegritas. Namun, bersih atau tidaknya kader parpol, juga bergantung pada parpol itu sendiri dalam menjalankan fungsi dan tata kelola organisasi yang bersih.

Oleh sebab itu, sulit mengharapkan adanya anggota DPR yang bersih, bila parpol yang menaunginya pun tidak bersih.

(Baca: Setya Novanto: Enggak Ada DPR yang Korup)

“Sedini mungkin praktek rekrutmen yang berbau transaksional harus dihentikan termasuk pula jaminan seorang kader untuk dicalonkan menjadi calon legislatif atau kepala daerah harus bebas dari pungutan-pungutan yang secara sistematis memelihara iklim korup di partai politik,” kata dia.

Faktor lain masih banyaknya kasus korupsi, menurut dia, juga dapat terlihat dari sejauh mana tata kelola keuangan parpol berjalan. Selama ini, publik masih sulit untuk mengetahui sejauh apa transparansi laporan keuangan yang dibuat parpol.

Korupsi di DPR terlembaga

Lebih jauh, ia mengatakan, praktek korupsi di DPR sudah cukup melembaga melalui regulasi yang raman terhadap penyimpangan. Setidaknya, hal itu terlihat dalam setiap proses pembahasan anggaran yang sering kali bersifat tertutup.

“Setelah pembahasan selesai pun tak ada tuntutan dari DPR kepada pemerintah agar anggaran negara beserta peruntukkannya dibuka ke publik agar kontrol terhadap pelaksanaannya bisa melibatkan partisipasi publik,” ujarnya.

“Ini merupakan keanehan abadi DPR, karena anggaran negara yang nyata-nyata milik seluruh rakyat Indonesia, di tangan mereka menjadi begitu misterius, rahasia, seolah-olah rakyat tak berhak untuk tahu anggaran dan program apa saja yang aklan negara lakukan kepada mereka,” lanjut dia.

Tak heran, kata dia, bila kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP terjadi. Dugaan korupsi itu terjadi sejak masa awal pembahasan di DPR. Jumlah anggaran yang fantastis, kata dia, membuat siapa pun menjadi tergiur.

“Termasuk dalam hal ini anggota DPR yang melakukan pembahasan. Dana luar biasa ini tentu merupakan informasi yang juga membangkitkan nafsu para pengusaha yang tengah mencari lahan proyek,” kata dia.

“Pada saat pembahasan anggaran E-KTP, Banggar DPR masih punya kewenangan luar biasa dalam membahas anggaran hingga satuan tiga,” ucap dia.

Kompas TV KPK sudah rampungkan berkas kasus KTP elektronik atau e-KTP. Menurut rencana, sidang perdana akan digelar pada 9 Maret 2017. Ketua KPK menyebut dalam dakwaan ada banyak nama besar yang tersangkut dalam kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com