Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Berlalu, Kejelasan Kasus Siyono Kembali Dipertanyakan

Kompas.com - 09/03/2017, 06:27 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

Kompas TV Misteri Kematian Terduga Teroris Siyono

Dengan tak adanya respons atas laporan keluarga Siyono, maka koalisi berniat melaporkan Densus 88 ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

(Baca: Diduga Hasil Gratifikasi, Uang untuk Keluarga Siyono Dilaporkan ke KPK)

Tak hanya terkait kematian Siyono, tetapi juga kematian terduga teroris yang tewas dalam kasus lainnya.

Belajar dari kasus Siyono, Trisno meminta Densus 88 untuk menghentikan tindakan represif yang menghilangkan nyawa terduga teroris.

"Menuntut kepada Polri untuk mengedepankan asas praduga tidak bersalah dalam upaya tindakan paksa terduga teroris. Dan terduga teroris harus dibawa ke sidang terbuka untuk memenuhi asas peradilan yang jujur dan adil," kata Trisno.

Pemerintah didesak membentuk lembaga independen untuk memeriksa dan mengaudit kinerja Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Selain itu, pemerintah juga didorong untuk merevisi Undang-undang tentang Pemberantasan Terorisme secara menyeluruh dengan mengedepankan pendekatan sistem peradilan pidana yang menghormati hak asasi manusia.

Laporan keluarga Siyono dilakukan karena putusan majelis etik Polri dianggap tak cukup untuk menegakkan keadilan dalam kasus itu.

Dalam putusan tersebut, AKBP T dan Ipda H dianggap terbukti melanggar prosedur dan dianggap lalai mengawal Siyono.

Mereka dikenakan sanksi berupa kewajiban meminta maaf dan memutasikan keduanya ke satuan tugas lain.

Hal itu disebabkan kurangnya pengawalan saat membawa Siyono.

Saat di dalam mobil, Siyono hanya didampingi dua anggota, satu sopir, dan satu orang duduk di sampingnya.

Kelalaian kedua, Siyono tidak diborgol.

Keadaan ini membuat Siyono dengan leluasa melawan petugas.

Namun, Polri tidak melihat ada unsur pidana dengan niat sengaja membunuh Siyono sehingga tak perlu ada tindakan hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com