Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Persilakan Masyarakat Laporkan Pidana Anggota Densus Terkait Siyono

Kompas.com - 17/05/2016, 20:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mempersilakan masyarakat yang tidak puas dengan hasil persidangan Majelis Etik Mabes Polri untuk mengajukan laporan pidana terhadap dua anggota Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 yang diduga melakukan penganiayaan terhadap terduga teroris asal Klaten, Siyono, hingga tewas.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Boy Rafli Amar, mengatakan bahwa pada prinsipnya kepolisian akan menerima dan memproses kasus tersebut secara pidana apabila ada laporan dari masyarakat.

"Kami terbuka karena harus tetap diberikan pelayanan. Prinsipnya apabila ada laporan tetap diterima," ujar Boy Rafli saat ditemui di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (17/5/2016).

Boy Rafli mengatakan, saat ini kepolisian akan bersikap terbuka dan menghormati langkah-langkah hukum yang ada. Proses pidana yang dijalankan pun akan didasarkan pada alat bukti yang ada.

Dia pun meminta masyarakat tidak mengambil kesimpulan yang terburu-buru sebelum adanya hasil akhir yang akan dilaporkan oleh penyidik bila kasus tersebut diproses secara pidana.

"Yang berkaitan dengan penegakan hukum kan dilihat sampai sejauh mana nanti alat bukti itu mendukung persangkaan itu," kata Boy Rafli.

"Tentu kami hormati langkah-langkah hukumnya mau tidak mau kami ikuti saja dan bagaimana akhirnya tentu hasilnya tergantung dari penyidik yang menangani laporan itu," ucapnya.

Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Kabareskrim Polri segera memulai proses penyidikan pidana terhadap anggota Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 yang terlibat dalam kasus kematian terduga teroris asal Klaten, Siyono.

Staf Divisi Hak Sipil Politik Kontras, Satrio Wirataru mengatakan, meskipun kepolisian telah menggelar sidang kode etik dan Majelis Etik Mabes Polri telah memvonis dua anggota Densus untuk meminta maaf dan sanksi demosi, namun hal tersebut tidak meniadakan proses pidana yang harus dijalankan.

"Hasil sidang etik tidak bisa menggugurkan mekanisme pidana. Kami minta kepolisian segera memproses laporan tindak pidana dari keluarga korban ke Polres Klaten," ujar Satrio saat memberikan keterangan pers di kantor Kontras, Senin (16/5/2016).

Satrio menjelaskan, saat menemukan adanya dugaan tindakan pidana, seharusnya polisi terlebih dulu menggelar penyidikan dan penjatuhan sanksi melalui persidangan tindak pidana.

Setelah itu, mekanisme sidang etik oleh Majelis Etik Mabes Polri bisa dilakukan agar penjatuhan sanksi etik, yakni pemberhentian dengan tidak hormat, bisa dijatuhkan.

Satrio pun memandang bahwa mekanisme etik yang dilakukan mendahului mekanisme pengadilan pidana bisa menjadi preseden buruk apabila di kemudian hari terjadi kasus yang sama oleh anggota Densus 88.

Oleh karena itu, menurut Satrio, proses pidana harus tetap ditempuh untuk menjamin rasa keadilan dalam pemberian sanksi dan pemenuhan hak-hak bagi korban maupun keluarganya dalam proses hukum.

Proses pidana juga dinilai penting untuk dilakukan sebagai koreksi terhadap kinerja Densus 88. Jangan sampai, kata Satrio, penanganan terduga teroris menjadi sewenang-wenang.

"Seharusnya bila ada dugaan pelanggaran Polisi menggelar proses Pidana kemudian sidang etik," ucap Satrio.

"Jangan sampai penanganan terduga jadi sewenang-wenang," kata dia.

Kompas TV Misteri Kematian Terduga Teroris Siyono
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com