JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi berpendapat, para hakim konstitusi seharusnya mampu memenuhi kriteria ideal. Terutama dari segi integritas dan kualitas.
Namun, pada kenyataannya, para hakim MK belum seluruhnya memenuhi kriteria tersebut.
"Menurut saya kapasitas hakim MK tidak ada, baik dari sisi kualitas mau pun integritas, jadi kita harus kejar kualitas dan integritas. Menurut saya itulah yang harus diperbaiki," kata Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Hal pertama yang harus diperbaiki, kata dia, adalah pola rekrutmen. Politisi Partai Nasdem itu menilai pola rekrutmen hakim konstitusi masih sangat longgar.
(Baca: KPK Tegaskan Patrialis Sudah Terima Uang Suap)
Untuk itu, perlu ada penegasan di sejumlah poin. Misalnya dengan menetapkan umur minimal seorang hakim konstitusi. Semisal, Tak kurang dari 70 tahun.
"Dengan demikian kita akan memiliki hakim yang tidak lagi memiliki kepentingan pribadi," tuturnya.
Hakim konstitusi saat ini juga dianggap tak memiliki pemahaman yang mendalam terhadap banyak isu.
Ia mencontohkan salah satu produk Undang-Undang yang dibuat oleh DPR, yaitu aturan mengenai petahana harus mengundurkan diri dalam Pemilu.
Aturan tersebut diuji materi ke MK dan dikabulkan. Sehingga, petahana kini tak diharuskan mengundurkan diri jika berpartisipasi dalam Pemilu.
(Baca: Jokowi Akan Bentuk Pansel untuk Cari Pengganti Patrialis di MK)
"Itu menurut saya betapa hakim MK tidak paham persoalan politik, MK hanya paham sejumlah pasal dalam UUD, barang kali itu saja," ujar politisi asal Aceh tersebut.
"Padahal kalau kita mau mengukur sesuatu dengan konstitusi itu adalah harus ada pemahaman, bukan hanya pemahaman hukum tetapi ada pemahaman terhadap politik sosial dan yang lain," sambungnya.
Lebih jauh, Taufiqulhadi menilai, perlu ada sistem rekrutmen menggunakan tim panitia seleksi (tim pansel).
Saat ini, aturan tersebut tak terikat dalam undang-undang sehingga lembaga yang berwenang menunjuk hakim konstitusi tak bisa diwajibkan membentuk pansel.
Kedua, berkaitan dengan pengawasan terhadap hakim konstitusi. Taufiqulhadi menilai, keberadaan badan pengawas hakim konstitusi di luar MK tetap diperlukan.
Badan pengawas internal yang saat ini ada menurutnya masih tidak efektif. Soal apakah perlu lembaga baru atau memanfaatkan Komisi Yudisial (KY), kata dia, masih perlu dibahas.
"Body-nya harus ada di luar, yang sama seperti Bawaslu terhadap KPU. Menurut saya seperti itu, kalau enggak akan terjadi hal seperti ini," kata dia.