Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Kepatutan dan Kelayakan Hakim MK Wajib Dilakukan Presiden dan MA

Kompas.com - 30/01/2017, 16:27 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan ada perbedaan mekanisme dalam pengangkatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dari tiga institusi yang berwenang, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahakamah Agung, dan Presiden.

Mekanisme pengangkatan hakim MK dari DPR memang mengharuskan adanya uji kelayakan dan kepatutan. Sedangkan dari MA dan Presiden tidak mengharuskan adanya mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.

Tidak diwajibkannya mekanisme uji kelayakan dan kepatutan dari MA dan Presiden, menurut Arsul, memang rawan menjadi celah tidak transparannya rekrutmen hakim MK.

"Tapi kemarin kan Presiden Jokowi saat mengangkat hakim I Gede Dewa Palguna itu melalui tim seleksi serta uji kelayakan dan kepatutan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2017).

"Prosesnya transparan dan kredibel. Saya kira itu bisa dinormakan dalam undang-undang MK yang sedang direvisi," lanjut Arsul.

(Baca: Mahkamah Konstitusi Tanpa Patrialis Akbar...)

Menurut Arsul, dengan adanya tim seleksi dalam menunjuk hakim MK, menjadikan prosesnya lebih bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga, hakim MK yang kemudian ditunjuk Presiden juga terjamin integritas dan kapabilitasnya.

"Memang rekrutmen hakim MK menjadi sorotan setelah adanya kasus korupsi di MK, nantinya dalam proses revisi undang-undang MK. Karena itu usulan Pemerintah, kami di DPR masih menunggu drafnya," papar Arsul.

"Yang jelas revisi undang-undang MK ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017, tentu harus segera dibahas melihat desakan masyarakat yang seperti sekarang," lanjut dia.

(Baca: Penggantian Patrialis Akbar Tunggu Putusan Mahkamah Kehormatan MK)

Hakim konstitusi Patrialis Akbar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (25/11/2016). Ia terjaring operasi tangkap tangan. Patrialis disangka menerima suap sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura atau total sekitar Rp 2,15 miliar dari importir daging. P

atrialis adalah hakim MK dari unsur pemerintah. Ia ditunjuk oleh Presiden ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono. Penunjukan Patrialis sebagai penjaga konstitusi sempat menjadi polemik.

Keputusan SBY itu dinilai menyalahi tata cara pemilihan hakim konstitusi. Proses pemilihan Patrialis dianggap tidak transparan dan tidak membuka peluang bagi masyarakat untuk turut menyumbangkan pendapat.

Padahal, berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diatur mengenai pencalonan hakim konstitusi secara transparan dan partisipatif.

Kompas TV Inilah Sosok Tersangka Hakim Konstitusi Patrialis
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com