JAKARTA, KOMPAS.com -- Presiden Joko Widodo belum menerima surat dari pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan pemberhentian salah satu hakim MK Patrialis Akbar.
"Sampai saat ini belum ada surat terkait pemberhentian hakim yang dijadikan tersangka oleh KPK itu," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo di kantornya, Jumat (27/1/2017).
"Apabila pada waktunya nanti ada keputusan perihal hakim yang dijadikan tersangka itu, Presiden pasti akan langsung melakukan proses pergantian," lanjut dia.
Johan mengatakan, Presiden akan melaksanakan proses pemberhentian dan pengangkatan hakim MK pengganti Patrialis sesuai dengan prosedur yang ada.
(Baca: Hakim MK Terjerat Suap, Presiden Jokowi Sangat Prihatin)
"Dalam konteks hakim yang menjadi tersangka atas tuduhan korupsi kan harus ada proses yang dilalui. Kalau enggak salah diberhentikan sementara dulu. Tentu nantinya harus ada penunjukan pengganti melalui mekanisme yang ada," ujar dia.
Presiden Jokowi sendiri turut prihatin atas ditangkapnya Patrialis Akbar oleh KPK.
"Presiden prihatin sekali. Karena MK kan benteng terakhir konstitusi, yang berkaitan dengan hukum," ujar Johan.
(Baca: MK Minta Presiden Berhentikan Hakim Konstitusi yang Ditangkap KPK)
Diberitakan sebelumnya, KPK menangkap Patrialis di pusat perbelanjaan di bilangan Jakarta Pusat Rabu (25/1/2017). Patrialis diduga menerima suap senilai 20.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura, atau sekitar Rp 2,15 miliar.
Suap diduga diberikan oleh pengusaha impor daging bernama Basuki Hariman. Uang suap diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.