Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah, penetapan Anthony dan Hary berdasarkan surat Nomor Print 25/F.2/ Fd.1/2016 dan Surat Nomor Print 129/F.2/Fd.1/10/2016 tanggal 19 Oktober 2016.
Keduanya dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus dugaan korupsi pajak ini bermula saat Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif antara Mobile 8 dan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009.
Saat itu, PT Mobile 8 mengerjakan proyek pengadaan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar.
PT Jaya Nusantara Komunikasi ditunjuk sebagai distributor pengadaan. Namun, perusahaan tersebut ternyata tak mampu membeli barang dalam jumlah itu.
Akhirnya, transaksi pun direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.
Pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar.
Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan. Faktur pajak itu kemudian digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.
PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi meski tidak berhak karena tidak ada transaksi. Akibatnya, diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp 10 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.