Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Akan Jelaskan soal 23 Pasal Bermasalah dalam RUU Pemilu

Kompas.com - 09/11/2016, 18:31 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Politik Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar mengatakan, pemerintah akan menjelaskan setiap pasal pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.

Sebab, dalam draf RUU Pemilu ditemukan 23 pasal yang melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Nanti kami jelaskan pada saatnya di RDP (rapat dengan pendapat) di DPR," kata Bahtiar di kompleks Kemendagri, Jakarta, Rabu (9/11/2016).

Bahtiar mempertanyakan ihwal adanya 23 pasal yang melanggar putusan MK yang ditemukan dalam kajian lembaga pengamat pemilu. Ia menilai pembuatan draf RUU Pemilu telah dilakukan secara matang.

Menurut Bahtiar, draf RUU Pemilu telah dibahas antar-kementerian. Pembahasan tersebut, kata dia, melibatkan para ahli hukum tata negara dan ahli politik.

"Kalau ada perubahan di Senayan, namanya UU kan produk politik. Kebenaran itu tidak bernilai tunggal," ucap Bahtiar.

Bahtiar tidak mempermasalahkan bila nantinya draf RUU Pemilu mengalami banyak perubahan saat RDP di DPR berlangsung.

"Ya namanya gagasan kan mana yang terbaik buat bangsa ini. Ya silahkan saja," ujar Bahtiar.

Lembaga Penelitian Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif sebelumnya menemukan adanya 23 pasal krusial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu yang berpotensi melanggar konstitusi atau putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua KODE Inisiatif Veri Junaidi mengungkapkan, 23 pasal krusial ini ke dikelompokan dalam sembilan kualifikasi. 

Kualifikasi itu adalah Penyelenggara; Syarat calon; Sistem pemilu; Keterwakilan perempuan; Syarat parpol dalam pengajuan calon presiden atau wakil presiden.

Selain itu adalah Larangan kampanye pada masa tenang; Ketentuan sanksi kampanye; Waktu pemilu susulan atau lanjutan; dan Putusan DKPP terkait etika penyelenggaraan pemilu.

(Baca: 23 Pasal di RUU Pemilu Berpotensi Langgar UUD 1945)

Mengenai penyelenggaraan pemilu, misalnya. Aturan keharusan bagi KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara negara untuk rapat dengar pendapat bersama DPR merupakan suatu kejanggalan.

(Baca juga: Empat Pasal RUU Pemilu soal Penyelenggara Berpotensi Langgar Konstitusi)

Apalagi hasil dari rapat tersebut mengikat. Hal ini, kata Veri, bertentangan dengan Pasal 22 E Ayat 5 UUD 1945.

Pasal itu menyebutkan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya, tak diperlukan RDP yang bersifat mengikat.

Pada draf UU Pemilu, aturan RDP tersebut tercantum dalam Pasal 58 Ayat 4. (Baca juga: 23 Pasal Bermasalah, Pemerintah Dinilai Tak Serius Buat RUU Pemilu)

Kompas TV Menjaga Kampanye Damai Pilkada Jakarta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com