JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan korupsi di dunia pendidikan tinggi.
Hal ini dilakukan setelah komisi antirasuah itu menemukan indikasi adanya masalah terkait pemilihan rektor di sejumlah perguruan tinggi negeri.
Namun, demi kepentingan penanganan perkara, KPK belum bersedia merinci jenis masalah dan PTN yang bermasalah tersebut.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih mengaku dirinya tak kaget jika ada temuan tersebut.
Sebab, Komisi X sudah sering mengingatkan Menteri Ristek dan Dikti Muhammad Nasir tentang beberapa regulasi yang mengatur tentang pemilihan rektor pada perguruan tinggi.
"Memang sudah banyak keluhan dari rakyat. Biasanya alot dan lama menentukan rektornya," ujar Abdul Fikri saat dihubungi, Rabu (26/10/2016).
Aturan mengenai pemilihan rektor tersebut tercantum pada Peraturan Menristekdikti (Permenristekdikti) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada PTN.
Pada pasal 7 huruf (a) dijelaskan bahwa Menteri dan Senat melakukan pemilihan rektor/ketua/direktur dalam sidang senat.
Sedangkan pasal 7 huruf (e) menjelaskan bahwa pemilihan rektor/ketua/direktur sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dilakukan melalui pemungutan suara tertutup dengan ketentuan: menteri memiliki 35 persen hak suara dari total pemilih sedangkan senat memiliki 65 persen hak suara dan masing-masing anggota senat memiliki hak suara yang sama.
"Sebenarnya Komisi X sudah sering mengingatkan Menristek Dikti karena di beberapa tempat ada problematika macam-macam-lah. Karena ada prosentase 35 persen yang dimiliki oleh menteri untuk menentukan," kata Abdul.
Seharusnya, kata dia, Menristek Dikti lebih berhati-hati agar tak malah menjadi alat politik atau dimanfaatkan pihak-pihak tertentu.
(Baca: KPK Usut Dugaan Korupsi Pemilihan Rektor Sejumlah PTN)
Rawan intervensi
Peraturan 35 persen hak suara menteri tersebut dinilai rawan intervensi. Dalam pemilihan rektor, terkadang calon yang terpilih bukan yang memiliki suara terbanyak dari hasil pemilihan internal (senat).
"Karena ada 35 persen hak menteri untuk menentukan. Sehingga nomor tiga sekalipun bisa jadi rektor. Karena menteri punya hak untuk menambahkan nilai," tutur Politisi PKS itu.