JAKARTA, KOMPAS.com — Usulan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) agar calon presiden-calon wakil presiden adalah orang "Indonesia asli" terus menuai pro-kontra dari berbagai kalangan.
PPP mengusulkan agar ketentuan itu dimuat dalam amandemen UUD 1945. Usulan tersebut diungkapkan dalam Musyawarah Kerja Nasional I PPP sebagai rekomendasi resmi.
Dengan usul ini, PPP berpandangan, WNI yang berdarah atau keturunan asing tidak bisa menjadi presiden atau wakil presiden.
Banyak pertanyaan di masyarakat terkait kategorisasi dari kata "asli" itu sendiri.
(baca: Wasekjen PDI-P Nilai PPP Diskriminatif jika Ingin Larang WNI Keturunan Maju Pilpres)
Terkait polemik tersebut, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menjelaskan, usulan amandemen 1945 didasari latar belakangi pada masa Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Saat itu, yang disebut suku Indonesia asli adalah yang bukan orang Eropa dan Asia Timur lainnya.
"Kami kembali pada suasana kebatinan saat itu," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/10/2016).
(Baca: Wacana Presiden "Orang Indonesia Asli" Dinilai Rusak Makna Kebinekaan)
Meski begitu, PPP tak secara rinci mengusulkan suku Indonesia asli mana saja yang masuk kategorisasi.
Dalam hal ini, pihaknya justru mengajak agar dibuka kembali pembahasan untuk menyepakati definisi "orang Indonesia asli".
"Satu, kita buka kembali dulu (pembahasan amandemen 1945). Dua, kita bikin kesepakatan lagi," tuturnya.
(baca: Ada Apa di Balik Usulan Presiden Orang Indonesia Asli?)
Namun, Arsul menambahkan, reformulasi terkait definisi "Indonesia asli" tetap harus dilakukan.
Ia mencontohkan ketika ada WNI menganyam pendidikan di luar negeri dan menikah dengan WN asing kemudian ingin menjadi presiden.