JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam menghadirkan pakar hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Romli Atmasasmita, sebagai ahli dalam sidang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Romli dijadikan salah satu ahli yang akan memberikan keterangannya sebagai salah satu perumus undang-undang KPK.
Salah satu yang dijelaskan oleh Romli adalah ketentuan pasal 43 dan 45 dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang menyebutkan bahwa penyelidik dan penyidik KPK merupakan penyelidik dan penyidik yang diangkat dan diberhentikan KPK.
Pasal tersebut, kata Romli, mengacu pada aturan KUHAP yang mengatur bahwa penyidik harus dari instansi Polri atau Kejaksaan.
"Kesepakatan awal saat merumuskan, penyidik harus polisi atau kejaksaan, tidak dari yang lain. Tidak ada independen," ujar Romli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (10/10/2016).
Romli mengatakan, frasa dalam kalimat itu "penyidik pada KPK" karena orang tersebut diberhentikan sementara dari instansi asalnya dan menjadi penyidik KPK untuk waktu tertentu.
Setelah tak lagi bekerja di KPK, ia akan dikembalikan ke instansi asal dan kembali melanjutkan pekerjaan di sana.
Selain itu, berhenti sementara dari instansi asal diperlukan agar tidak ada loyalitas ganda.
"Saat mengusut polisi dan kejaksaan dikhawatirkan akan ada konflik kepentingan. Maka diberi kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik dan penyelidik yang merupakan dari Polri dan kejaksaan, tapi dihentikan sementara," kata Romli.
Romli mengatakan, KPK memang memiliki undang-undang lex specialist yang berbeda dengan aturan dalam KUHAP.
Namun, hanya sebatas untuk kewenangan, misalnya berwenang menyadap tanpa izin pengadilan dan berwenang mengambil alih penyidikan yang terhambat di instansi penegak hukum lain.
Sedangkan, untuk status penyidik dan penyelidik, tak ada kekhususan dengan mengangkat orang-orang independen.
Adapun, KPK membandingkannya dengan pasal 51 tentang penuntut umum yang menjelaskan bahwa penuntut umum di KPK adalah jaksa penuntut umum pada kejaksaan.
Sementara dalam dua pasal sebelumnya tidak ada penekanan soal status asal penyelidik dan penyidik.
"Waktu diskusi secara universal, kami pikir pasti penyidik dari polisi. Dan sudah pasti jaksa adalah penuntut. Maka tidak diperjelas lagi," jawab Romli mendengar pertanyaan itu dari KPK.