Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Aturan dalam RUU Pemilu yang Jegal Partai Baru Usung Capres

Kompas.com - 28/09/2016, 08:00 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah menyelesaikan rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum sebagai landasan pelaksanaan Pemilihan Presiden 2019 mendatang.

Salah satu aturan baru yang menjadi sorotan adalah penggunaan hasil Pemilu Legislatif 2014 sebagai syarat bagi parpol mengusung pasangan calon di Pemilu Presiden 2019.

Berdasarkan draf RUU Pemilu yang didapatkan Kompas.com dari Komisi II DPR, ketentuan baru ini diatur dalam Pasal 190 yang berbunyi: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."

Jumlah ambang batas yang diatur dalam UU baru ini sama persis dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden.

Hanya saja, dibuat ketentuan baru dalam frasa 'periode sebelumnya'.

(Baca: Meski Dirugikan, Golkar Tak Buru-buru Tolak RUU Pemilu Usulan Pemerintah)

Sementara, dalam pasal 192, dibuat juga aturan baru bahwa bagi parpol yang belum mengikuti pemilu legislatif periode sebelumnya, wajib bergabung dengan partai lama jika ingin mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Namun, parpol baru tersebut tidak bisa berkontribusi menyumbangkan kursi atau suara untuk membantu koalisinya melewati ambang batas yang sudah ditetapkan.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya mengatakan, ketentuan baru ini dibuat karena berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden mulai 2019 digelar secara serentak.

Dengan demikian, maka hasil pileg di tahun yang sama tidak bisa lagi dijadikan dasar persyaratan bagi parpol untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.

Partai baru protes

Namun, aturan yang diusulkan pemerintah ini diprotes oleh partai baru karena menghalangi mereka untuk turut mengusung capres pada 2019.

(Baca: Fadli Zon: Sebaiknya Perdebatan RUU Pemilu di DPR, Bukan di Pemerintah)

Sekjen Partai Idaman Ramdansyah mengatakan, usulan pemerintah itu akan bertentangan dengan konstitusi apabila disetujui DPR dan menjadi undang-undang.

Partai Idaman akan menunggu terlebih dahulu pembahasan revisi UU Pemilu di DPR.

Ia berharap DPR menolak usulan yang diajukan pemerintah. Jika tidak, partainya akan bersiap mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

"Kalau dilanggar, itu pelanggaran konstitusi. Kami bisa melakukan uji materi kalau ini dilakukan," ancam Ramdansyah.

Hal serupa juga disampaikan perwakilan Partai Perindo.

Ketua DPP Perindo Armin Gultom mengatakan, seharusnya dengan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang dilakukan serentak pada 2019 mendatang, maka ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold dihapuskan.

Bukan justru menggunakan hasil pemilu pada 2014.

"Kalau DPR dan pemerintah sampai menyetujui itu, kami akan siapkan gugatan ke MK," kata dia.

Pakar hukum dari Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mensinyalir usulan pemerintah dalam RUU Pemilu ini tidak terlepas dari kepentingan sejumlah parpol, khususnya yang memiliki suara relatif besar di pemilu 2014 lalu.

"Saya kira ini permainan partai-partai besar tertentu yang ingin menutup kemungkinan adanya partai baru. Ini membunuh hak konstitusional partai baru yang baru lolos," kata Zainal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com