JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata tidak setuju apabila ketentuan justice collaborator (JC) dihapus dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dengan dihapusnya ketentuan tersebut, maka terpidana kasus kejahatan luar biasa tidak lagi harus memiliki status JC untuk mendapatkan remisi. Hal itu berlaku bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika, dihilangkan.
Dengan demikian, terpidana kasus tersebut bisa mendapatkan remisi hanya dengan dua syarat pokok, yakni berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa pidananya.
"Tentu kami tidak setuju. Kami sudah berusaha menghukum koruptor sesuai standar yang sudah kami miliki, tiba-tiba oleh pihak Lapas dengan mudahnya diberikan pengampunan dan pengurangan," ujar Alex saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (23/8/2016).
(Baca: Remisi Koruptor Dipermudah, KPK Kirim Surat Keberatan kepada Presiden)
Alex mengatakan pendapatnya tersebut sesuai dengan keinginan masyarakat. Menurutnya, sebagian besar masyarakat menginginkan hukuman semaksimal mungkin bagi terpidana kasus korupsi. Masyarakat pun, kata Alex, berharap koruptor tidak mendapat pengampunan maupun pengurangan masa hukuman.
"Kami kan hanya menyuarakan suara masyarakat saja. Masyarakat maunya kan seperti itu. Kami suarakan aspirasi masyarakat, jangan dikurangi lah," ungkap Alex.
Alasan pemerintah merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 karena lembaga pemasyarakatan yang ada sudah penuh.
(Baca: Ini Alasan Dihilangkannya Syarat "Justice Collaborator" dalam Revisi PP Remisi)
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, upaya revisi PP No 99/2012 itu mendesak dilakukan mengingat kondisi LP yang kian padat. Di sisi lain, pelaksanaan JC selama ini justru dimanfaatkan oknum penegak hukum yang tidak taat prosedur.
"Status JC tidak jarang menjadi komoditas yang diperjualbelikan," kata dia.
Mengenai napi korupsi, Dusak beranggapan, penegakan hukum terhadap koruptor seharusnya selesai di pengadilan, sebab di sana ada jaksa yang menuntut dan hakim yang memvonis. Adapun peran LP adalah memasyarakatkan kembali para terhukum.
Di sisi lain, beban lapas yang berat karena jumlah napi yang kini mencapai lebih dari 180.000 orang harus segera diatasi.