Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memformulasi ulang jumlah wakil yang akan dipilih dari satu daerah pemilihan. Besar kecilnya daerah pemilihan akan berkolerasi dengan jumlah alokasi kursi yang akan diperebutkan pada suatu daerah pemilihan.
Daerah pemilihan dapat dikelompokkan minimal tiga jenis, besaran di atas 10 kursi, besaran sedang (6-10 kursi) dan besaran kecil (2-5 kursi). Penataan besaran pemilihan terkait dengan upaya untuk mendorong lahirnya multipartai moderat.
Semakin besar besaran daerah pemilihan yang diterapkan sulit bagi sistem proporsional untuk dapat menyederhanakan partai secara alamiah.
Oleh karena itu, pilihannya adalah menerapkan besaran yang kecil (3-6) apabila keinginan penyederhanaan partai menjadi target pemilu di Indonesia.
Formula kedua yang dapat diterapkan adalah menata ulang cara konversi kursi, dari yang bersifat kuota murni dengan rumus bilangan pembagi pemilih (BPP). Mengapa formula BPP perlu diubah? Ada beberapa alasan.
Pertama, BPP merupakan formula konversi kursi yang justru menciptakan divergensi, bukan konvergensi politik, karena BPP akan menciptakan banyaknya partai yang memperoleh kursi.
Upaya Partai Golkar menerapkan formula divisor Saint League sebenarnya sudah ”tepat” pada saat pembahasan RUU Pemilu 2014 yang lalu.
Sayangnya, formula ini ditolak mentah-mentah oleh partai politik yang lain. Padahal, formula divisor adalah rumus konversi suara partai menjadi kursi partai yang relatif paling tepat apabila tujuannya ingin menyederhanakan partai melalui mekanisme dan proses sistem pemilu.
Ketiga, meninjau ulang tata cara pembagian kuota kursi di setiap daerah pemilihan. Penentuan kuota kursi provinsi yang selama ini menjadi lampiran UU Pemilu yang ditetapkan secara arbiter oleh DPR cenderung salah kaprah.
Selain karena prinsip pembagiannya yang tidak adil atau tidak setara, juga menyebabkan ketidakadilan karena ada provinsi yang jumlah penduduknya besar, tetapi tak imbang dengan kursi yang akan mewakilinya.
Keempat, penyederhanaan partai secara alamiah juga dapat dimulai pada saat penetapan partai sebagai peserta pemilu.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperberat persyaratan agar proses pemilu tidak diikuti aktor (peserta pemilu) yang jumlahnya tak terbatas.
Konsistensi penerapan syarat yang ketat bagi peserta pemilu menjadi pintu awal apakah pemilu akan diikuti banyak partai atau sedikit partai.
Dalam konteks Pemilu Serentak 2019, pengetatan syarat peserta pemilu dibutuhkan karenapartai politik yang lolos sebagai peserta pemilu sekaligus memiliki tiket untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden-wakil presiden.