Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Draf Revisi UU Antiterorisme Dinilai Menambah Kekuasaan Negara secara Berlebihan

Kompas.com - 25/07/2016, 14:58 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah beberapa waktu lalu telah menyerahkan draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Selain polemik mengenai penambahan wewenang TNI dalam penanggulangan teroris, masih ada sejumlah masalah yang menjadi pekerjaan rumah dalam pembahasan revisi UU tersebut.

"RUU perubahan ini justru meningkatkan kekuasaan negara melalui penambahan wewenang baru yang berlebihan, mengabaikan prinsip, standar, norma hukum, dan HAM," kata Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (25/7/2016).

Beberapa poin yang dipermasalahkan Imparsial seperti perpanjangan masa penangkapan dan pemidanaan terhadap penyebar bentuk ekspresi tertentu.

Masalah lain adalah pemberian wewenang penyidik atau penuntut umum untuk membawa atau menempatkan orang tertentu dan di tempat tertentu selama enam bulan dalam rangka deradikalisasi, pencabutan status kewarganegaraan, hingga penyadapan tanpa izin pengadilan.

Terkait perpanjangan masa penangkapan, menurut Al Araf, wacana yang mencuat adalah penahanan dilakukan selama 30 hari.

Hal itu lebih panjang jika dibandingkan dengan aturan yang diatur di dalam KUHAP yaitu 1x24 jam atau UU Antiterorisme yakni 7x24 jam.

"Lamanya masa penangkapan akan membuka ruang dan potensi pelanggaran HAM, seperti kekerasan dan penyiksaan. Terlebih di tengah lemahnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas," kata  Al Araf.

Hal senada juga berlaku terhadap upaya deradikalisasi dengan menempatkan orang tertentu di lokasi penahanan tertentu. Aturan itu diusulkan dalam perubahan Pasal 43 A ayat (1) UU tersebut.

Selain itu, Al Araf mengaku tak sepakat dengan usulan pencabutan status kewarganegaraan seseorang.

Menurut dia, hak kewarganegaraan seseorang dapat dicabut apabila melakukan kejahatan yang mengingkari ikatan komunitas politik sebagai bangsa dan menodai konstitusi seperti melakukan kegiatan spionase.

"Pencabutan itu sebaiknya dihindari karena akan mengakibatkan seseorang tidak berkewarganegaraan," ujarnya.

Adapun menyangkut wewenang penyadapan tanpa izin ketua pengadilan, menurut Al Araf, dikhawatirkan berpotensi disalahgunakan dan melanggar privasi seseorang.

Ia menyarankan, mekanisme penyadapan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, yang menyatakan jika penyadapan sebaiknya diatur di dalam aturan perundang-undangan tersendiri.

Kompas TV Revisi UU Anti-terorisme Masuk Prolegnas 2016
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com