JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso, berharap revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme segera rampung.
Revisi Undang-Undang itu masih dalam tahap pembahasan oleh pemerintah bersama DPR RI.
"Menurut saya, revisi Undang-Undang Terorisme itu harus segera diperbaiki, karena itu titik lemah kita, sehingga sangat terbatas gerakan aparat kita maupun aparat intelijen dan kepolisian," kata Sutiyoso saat ditemui di kediaman Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Rabu (6/7/2016).
Keterbatasan kerja aparat yang diatur dalam undang-undang, terutama untuk aparat intelijen, sangat disayangkan Sutiyoso.
Termasuk dalam kondisi di saat pihak BIN mengetahui ada orang yang terindikasi sebagai teroris tetapi tidak bisa menggali informasi lebih dalam terhadap yang bersangkutan.
"Indikasi (keterbatasan) jelas, kami panggil orang untuk interogasi saja enggak bisa, bagaimana?" tutur dia.
Terkait dengan bom bunuh diri di Mapolresta Solo, Jawa Tengah, kemarin, Sutiyoso membantah pihak BIN disebut kecolongan. Menurut dia, BIN sudah bekerja keras dengan mengumpulkan informasi seakurat mungkin dan mengabarkannya kepada Polri.
Namun upaya BIN dinilai masih terbatas karena kewenangan yang diatur dalam undang-undang belum mendukung hal itu.
"Fungsi BIN itu hanya memberikan informasi kepada aparat, nanti bakal ada begini. Tapi kami tidak pernah bisa menjelaskan di mana tempatnya. Karena apa, karena keterbatasan kami," ujar Sutiyoso.
Saat pembahasan revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam Rapat Panitia Khusus (Pansus), Polri memberikan catatan kurangnya aspek pencegahan dalam undang-Undang yang berlaku saat ini. Densus 88 merasa kesulitan untuk menekan tindak pidana terorisme di lapangan.
Adapun latar belakang revisi undang-undang tersebut berawal dari teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada Januari 2016. Pemerintah di kala itu mengaku sudah mendeteksi pergerakan kelompok teroris sebelum serangan.
Namun aparat tidak dapat menangkap kelompok teroris karena terkendala aturan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.