Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU "Tax Amnesty" Bisa Rugikan Negara, Ini Enam Catatan PKS

Kompas.com - 28/06/2016, 21:55 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Mucharam menegaskan fraksinya keberatan untuk menyetujui pengesahan RUU Tax Amnesty. Pasalnya, masih ada pasal-pasal bermasalah.

“Kami sangat keberatan untuk menerima dan menyetujui RUU dalam sidang paripurna ini, karena masih ada 4 pasal dan 2 catatan yang bermasalah," tulis Ecky dalam keterangan persnya, Selasa (28/6/2016).

Ecky menyatakan, pertama, permasalahan ada di pasal 3 ayat 5 tentang obyek pengampunan pajak. PKS meminta obyek pengampunan pajak cukup pada PPh (Pajak Penghasilan pasal 21), tidak perlu sampai pada PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPN barang mewah.

"Sebab praktik yang lazim dalam pengampunan pajak hanya mengampuni pajak penghasilan saja," papar dia.

Ecky menuturkan perluasan obyek pajak kepada PPN dan PPN barang mewah akan berdampak buruk pada penerimaan negara secara keseluruhan. Fraksi PKS juga mengusulkan bahwa pokok pajaknya tidak diampuni, sehingga yang diampuni hanya sanksi administrasi dan pidana perpajakannya saja.

(Baca: Jokowi Harap Uang dari "Tax Amnesty" Bisa Dipakai Untuk Infrastruktur)

Kedua, yakni pada pasal 4. Ecky menuturkan dalam pasal ini, pemerintah mengobral tarif yang sangat rendah yakni sebesar 1hingga 6 persen.

"Ini sangat tidak adil jika dibandingkan dengan tarif PPh yang sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yaitu sebesar maksimal 30 persen, ditambah sanksi administrasi 48 persen dari pokok, dan sanksi pidananya," lanjut Ecky.

Dia menyatakan, dengan obral tarif tebusan ini negara kehilangan potensi pemasukan yang sangat besar sekaligus mencederai rasa keadilan bagi mayoritas masyarakat yang patuh membayar pajak.

Ecky menyatakan Fraksi PKS memperjuangkan agar tarif yang dikenakan tetap sesuai dengan ketentuan perpajakan, yakni sebesar 30 persen.

Berikutnya, PKS juga mempersoalkan Pasal 20. Pasal tersebut mengatur bahwa data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pidana.

(Baca: Tiga Fraksi Berikan Catatan, DPR Tetap Sahkan RUU "Tax Amnesty")

"Kami berpandangan bahwa pasal ini rawan untuk disalahgunakan, dan memberikan ruang bagi pidana lain, seperti korupsi, narkoba, terorisme, human trafficiking dan pencucian uang untuk bersembunyi," papar dia.

Keempat, Ecky menyatakan PKS juga tak menyetujui dana repatriasi yang bisa disimpan dalam bentuk instrumen keuangan lain sebagaima diatur pada pasak 12 ayat 3.

"Kami inginnya dipastikan dana tersebut mengalir ke sektor riil dan infrastruktur, yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja," lanjut dia.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Nasional
Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com