Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teknologi Jadi Andalan Ridwan Kamil Atasi Praktik Korupsi di Bandung

Kompas.com - 18/06/2016, 14:18 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan, bukan persoalan mudah mengatasi praktik korupsi di Kota Bandung. Namun, dengan strategi yang tepat, setidaknya praktik tersebut dapat dikurangi.

Dari hasil penghitungan yang ia lakukan, setidaknya ada lebih dari 50 jenis modus korupsi yang terjadi di 20 instansi kedinasan yang berada di bawah jajarannya.

Masing-masing dinas, memiliki metode dan cara berbeda untuk dapat melakukan praktik haram itu.

"Jadi kalau dijadikan buku, modus korupsi itu bisa (dijadikan buku) kali," kata Ridwan Kamil, dalam Madrasah Antikorupsi 2016 di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Sabtu (18/6/2016).

Salah satu modus korupsi yang ia contohkan, terjadi di Dinas Pendidikan. Praktik jual-beli bangku bagi pencari sekolah merupakan cara yang umum dilakukan oknum kepala sekolah nakal untuk mendapatkan uang tambahan.

"Jika dihitung-hitung, dari jual beli kursi itu bisa raup keuntungan Rp 20 miliar per tahun," kata pria yang akrab disapa Kang Emil itu.

Selain jual beli kursi, praktik lain yang kerap dilakukan yaitu meminta anak didik membeli buku di toko buku yang telah ditentukan. Padahal, buku yang dibeli belum tentu buku yang dibutuhkan.

"Ada lagi korupsi uang beasiswa. Modusnya dikoordinir gurunya, tapi nanti uang yang diserahkan tidak sepenuhnya. Itu baru dari satu dinas, Dinas Pendidikan. Saya ada 20 dinas,” kata dia.

Untuk meminimalisir praktik korupsi, Emil menambahkan, dirinya memanfaatkan teknologi informasi dan media sosial yang ada.

Di dalam dunia pendidikan, misalnya, setiap siswa yang ingin masuk ke sekolah dapat mendaftarkan diri melalui internet.

Proses itu meminimalisir terjadinya pertemuan antara aparat berwenang dengan pihak yang membutuhkan, sehingga berkorelasi positif terhadap pengurangan praktik suap.

"Karena menerapkan itu, kepala sekolah sempat marah-marah ke saya. Karena sistem jual beli kursinya dipangkas," ujarnya.

Sementara itu, media sosial digunakan sebagai media untuk memberikan penilaian terhadap kinerja aparatur daerah.

Misalnya, ada sekitar 5.000 kelompok masyarakat sipil yang terdapat di Kota Bandung yang cukup aktif di media sosial.

Kang Emil lantas membentuk Dewan Zona Integritas yang diisi oleh kelompok masyarakat yang setiap harinya bersinggungan dengan petugas pelayan publik.

Untuk menampung masukan masyarakat, Ridwan membangun aplikasi yang menampung itu semua. Setiap minggu, lanjut dia, laporan yang masuk direkap dan diserahkan ke atas mejanya.

Di dalam laporan itu terdapat penilaian terhadap pejabat public yang bersinggungan langsung dengan masyarakat.

"Jadi, saya panen civil society dengan teknologi. Hasilnya, tahun ini saya sudah mengganti empat lurah, dua camat, dan seorang direktur pasar daerah (karena kurang memberikan pelayanan baik)," kata dia.

Kini, ia menambahkan, Kota Bandung telah menandatangani nota kesepahaman dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengawasi praktik birokrasi di kota tersebut.

Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan KPK untuk membagikan 15 aplikasi perkotaan yang diyakini dapat menjadi salah satu alternatif untuk meminimalisir praktik korupsi yang terjadi.

"Apps itu bisa dibagikan ke daerah lain yang membutuhkan. Kita kan NKRI, saling berbagi," kata dia.

Kompas TV Ridwan Kamil Bereaksi atas Kematian Gajah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengendara Mootor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Pengendara Mootor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Kisah VoB: Pernah DO, Manggung di Glastonbury, dan Kritiknya ke Dunia Pendidikan Kita

Kisah VoB: Pernah DO, Manggung di Glastonbury, dan Kritiknya ke Dunia Pendidikan Kita

Nasional
Soal Peluang Nasdem Dukung Anies di Jakarta, Ahmad Ali: Hanya Allah dan Surya Paloh yang Tahu

Soal Peluang Nasdem Dukung Anies di Jakarta, Ahmad Ali: Hanya Allah dan Surya Paloh yang Tahu

Nasional
Safenet: Kalau 'Gentleman', Budi Arie Harusnya Mundur

Safenet: Kalau "Gentleman", Budi Arie Harusnya Mundur

Nasional
Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Nasional
Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Nasional
Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Nasional
Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Nasional
Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Nasional
Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Nasional
PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Nasional
Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada 'Back Up', Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada "Back Up", Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com