JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan bahwa gerakan berjamaah melawan korupsi yang dilakukan oleh Pemuda Muhammadiyah merupakan tafsir baru terhadap surat "Al Maun".
Teologi Al Maun telah menjadi pedoman bagi Muhammadiyah selama lebih dari 104 tahun.
"Gerakan antikorupsi merupakan tafsir baru dari teologi Al Maun yang dulu dipakai oleh Kiyai Ahmad Dahlan," kata Dahnil dalam Konvensi Antikorupsi 2016 di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Sabtu (18/6/2016).
"Dulu Kiyai Dahlan membangun sekolah karena masyarakat memerlukan pengetahuan. Sekarang akar masalahnya adalah korupsi," ujarnya.
Dahnil mengatakan, dulu Ahmad Dahlan mendorong gerakan melawan kebodohan dan kemiskinan bersama masyarakat. Namun, saat itu negara belum hadir karena Indonesia masih dijajah.
Menurut Dahnil, hari ini negara telah hadir namun absen dalam melaksankan tugas mensejahterakan dan mencerdaskan rakyatnya.
Ia menilai akar dari semua ini berasal dari tindakan korupsi yang marak di Indonesia. (Baca juga: "Lawan Korupsi Itu 'Fardhu Ain', Bukan 'Fardhu Kifayah'")
Dahnil mengandaikan gerakan melawan korupsi layaknya seperti shalat subuh di masjid. Masyarakat mengamini bahwa gerakan melawan korupsi merupakan hal yang penting, namun masih sedikit yang bergerak bersama.
"Tapi harus diteriaki terus. Jangan takut dengan cibiran. Dulu Kiyai Dahlan dibilang kafir," ucap dia.
(Baca: "Perjuangan Lawan Korupsi Bagaikan Shalat Subuh di Masjid")
Dahnil mengatakan cibiran seringkali datang saat memulai gerakan baru seperti gerakan melawan korupsi. Ia mengajak kepada seluruh masyarakat untuk merapak saf dalam gerakan melawan korupsi.
Menurut Dahnil, gerakan antikorupsi dapat dimulai dari diri sendiri. Setelah itu, dapat ditularkan kepada masyarakat luas.
"Dimulai dari diri sendiri sebagai budaya kita. Sebagai watak kita, sebagai karakter kita. Kalau tidak ada yang memulai maka kita akan terus larut dari budaya korupsi," tutur Dahnil.