Setelah bertahan di pengungsian selama kira-kira 2 minggu, mereka pun dipulangkan ke Jawa dengan menggunakan kapal dalam kondisi melebihi kapasitas.
Menurut Pratiwi, kapal yang digunakan hanya berkapasitas 400 orang, tetapi dipakai untuk mengangkut 800 orang.
Tiba di penampungan di Jawa, warga mantan anggota Gafatar ini juga tidak mendapat pelayanan yang layak. Kondisi penampungan milik dinas sosial provinsi sebenarnya tidak cukup untuk menampung semua pengungsi dari Kalimantan.
(Baca: Pembakar Permukiman Gafatar di Kalbar Diduga Dibayar)
"Kondisi ini diperparah dengan proses pemulangan yang berbelit. Mereka harus lebih dulu melapor ke pemda kabupaten atau pemprov setempat. Lamanya proses tersebut membuat penderitaan pengungsi semakin bertambah," kata Pratiwi.
Saat pemulangan dari penampungan di Jawa, para warga mantan anggota Gafatar pun dikumpulkan lebih dulu untuk didata. Setelah itu, mereka baru dipulangkan menggunakan mobil dinas sosial, kepolisian, dan TNI dengan pengawalan bersenjata lengkap.
Kekerasan tidak berhenti sampai di situ. Setelah sampai di daerah asal, mereka mendapat stigma negatif dari masyarakat setempat sebagai kelompok dengan aliran sesat.
Hal ini memberi dampak psikologis yang sangat besar terhadap perempuan dan anak-anak. Bahkan, ada beberapa warga mantan anggota Gafatar yang diusir atau tidak diterima pulang kembali.
"Mereka sebenarnya petani mandiri yang membuka lahan di Kalimantan, mendapat stigma negatif eks (anggota) Gafatar, dianggap aliran sesat," ujar Pratiwi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.