Pertama, pada rapat pleno panitia pengarah munas, Selasa (5/4), jadwal itu mundur sampai 7 Mei. Tak bertahan lama, rapat pleno panitia pengarah berikutnya, Rabu (13/4), kembali mengundur penyelenggaraan sampai 17 Mei.
Alasannya, Golkar menunggu Surat Keputusan Ke-menkumham atas kepengurusan Golkar hasil Munas Bali versi rekonsiliatif. Seperti diketahui, pengurus rekonsiliatif itu keluar untuk menyesuaikan hasil putusan MA.
Namun, tiba-tiba, Minggu (17/4), Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dalam pelantikan pengurus daerah di Surabaya menyatakan, munas Golkar kembali diundur sampai 25-27 Mei.
Alasannya untuk menyesuaikan penyelenggaraan munas dengan jadwal Presiden Joko Widodo. Saat itu, Aburizal mengatakan, jika SK atas kepengurusan Bali rekonsiliatif tak kunjung keluar, artinya munas tak bisa diselenggarakan.
Jumat (22/4) pekan lalu, jadwal itu berubah lagi. Aburizal mengatakan, Golkar akan mengadakan munas pada 23 Mei. Kali ini, sebut Aburizal, Presiden sudah mengatakan akan hadir dan membuka munas.
"Karena beliau pada 17 Mei di Rusia dan pada 25 Mei sudah pergi ke tempat lain sehingga beliau memberi waktu 23 Mei malam," kata Aburizal.
Sekretaris Panitia Pengarah Munas Golkar Agun Gunandjar mengatakan, pengunduran waktu itu masih harus diputuskan lagi di rapat pleno DPP.
"Kenyataannya, SK kepengurusan Bali sekarang belum turun, sedangkan jadwal dengan Presiden masih bentrok sehingga kami butuh waktu untuk persiapan dan lainnya," kata Agun.
Curiga batal
Tak pelak, pengunduran waktu penyelenggaraan munas hingga empat kali itu memancing kecurigaan di internal partai.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia pun khawatir belum ada keikhlasan para elite Golkar membawa partai keluar dari krisis.
Kepentingan pribadi dan kelompok dinilai lebih dominan dibandingkan kepentingan partai. Dikhawatirkan, hal itu berujung pada penyelenggaraan munas yang terus ditunda atau dibatalkan.
"Saya khawatir ini bagian dari skenario untuk tetap mempertahankan kepemimpinan lama," kata Doli.
Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo pun hampir senada. Menurut dia, jika semua pihak benar-benar ingin menyelesaikan konflik dan menyelenggarakan munas, SK pengurus Bali rekonsiliatif tak perlu lagi dipersoalkan.
Kalaupun SK atas kepengurusan Bali tak keluar, Golkar tetap bisa menyelenggarakan munas dengan landasan SK kepengurusan Riau yang diperpanjang sampai Juli 2016.
"Sebenarnya, semua pihak yang ada di panitia munas ataupun pengurus Bali rekonsiliatif itu juga sudah termasuk dalam kepengurusan Riau diperpanjang. Saatnya Partai Golkar lebih mementingkan kesiapan menghadapi agenda politik dibandingkan menunggu SK baru yang tak tahu kapan keluarnya," tutur Bambang.