Selepas isya, ketegangan di Rumah Tahanan Kelas 1 Salemba, Jakarta Pusat, dimulai. Satu per satu tahanan harus digiring masuk ke dalam blok.
Masih ada tahanan yang bertahan di luar, mencoba menghindar dari kepengapan di dalam blok.
Nyali langsung ciut saat Rasum, komandan jaga Rutan Salemba malam itu, menawari untuk ikut menghitung tahanan saat apel malam. Terbayang seandainya tahanan berbuat onar, melampiaskan amarah dan stres kepada petugas.
"Dulu sempat ada kejadian, petugas kami disekap oleh tahanan. Untunglah dengan pendekatan yang baik, kami bisa selamatkan dia," ujar Kepala Pengamanan Rutan Salemba Fonika Affandi.
Ada 14 petugas jaga di pos paste, pos di dekat gedung tahanan. Mereka yang akan menghitung 3.519 tahanan.
Siapa yang tak merasa ngeri, 14 orang harus menjaga 3.519 orang dengan berbagai latar belakang tindak kejahatan.
"Dulu, pas awal bertugas, saya juga takut, tapi lama-kelamaan terbiasa juga setelah belajar dari pengalaman senior," ujar Thomas, salah seorang petugas jaga Rutan Salemba.
Pintu besi gedung tipe VII sudah ditutup meski belum digembok. Petugas jaga meminta tahanan pendamping (tamping) yang ada di dalam untuk membuka pintu.
Tamping bagian keamanan dan voorman yang biasanya ikut membantu petugas jaga menghitung jumlah tahanan.
Voorman adalah tahanan yang menjadi pengurus tiap blok sekaligus menjadi penghubung penjaga dengan tahanan.
Setelah pintu gedung ditutup kembali dan dikunci dari luar, praktis tak lebih dari lima penjaga berada di dalam gedung bersama ratusan tahanan.
Pengecekan tahanan dimulai dari sel paling ujung di tiap blok, terus hingga sel yang berada di dekat pintu masuk blok.
Tiap kamar harus dimasuki untuk menghitung penghuninya. Nyawa bisa melayang dalam hitungan sekejap jika ada tahanan yang marah.
"Dulu, kalau kita ngecek tiap kamar, bisa saja ada yang lempar batu bata dan memaki petugas jaga," kata salah seorang petugas pengamanan dalam Rutan Salemba, Emerson Saragih.
Petugas tak dapat berbuat banyak. Mereka kalah jumlah.