Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kartini Mengkritik Keras "Sandiwara Orang Eropa"...

Kompas.com - 22/04/2016, 05:44 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perjuangan Kartini dalam mempertahankan martabat bangsa memang tidak ditunjukkan dengan mengangkat senjata. Dengan berjuang melalui gagasan, semangat itu justru membuatnya selalu hadir hingga saat ini.

Salah satu gagasan itu tertuang dalam surat yang ditulis Kartini untuk Rosa Abendanon, tertanggal 27 Oktober 1902.

Dalam surat itu, Kartini mampu menjabarkan berbagai hal miring dan menyinggung persoalan etik yang ditunjukkan bangsa Eropa yang seakan "sempurna".

"Sungguh, kami tidak berharap bahwa dunia Eropa akan membuat kami lebih bahagia. Bahwa dengan kesungguhan hati kami mengira masyarakat Eropa adalah satu-satunya yang murni, yang unggul, dan tak terkalahkan," tulis Kartini, sebagaimana dikutip dalam buku Surat-surat Kartini. Renungan tentang dan untuk Bangsanya (1979).

Kartini menceritakan, di suatu waktu ketika menghadiri pesta kenaikan tahta Sri Baginda Ratu Wilhelmina, dirinya berada di antara kumpulan orang-orang Eropa.

"Terlukis rasa haru kami ketika kami mulai menyadari bahwa betapa mengagumkan hebatnya permainan sandiwara dalam dunia Eropa, di luar pentas," kata dia.

"Pada pesta itu, rasa hormat yang memilukan hati terhadap bangsa Eropa mendapat tusukan-tusukan yang membawa maut," tuturnya.

Tulisan Kartini itu merupakan kritik atas bangsa Eropa yang menyebabkan penderitaan kepada bangsa di negara jajahannya.

Bahkan, Kartini juga melihat ada orang Eropa yang memperlakukan perempuan dengan tidak layak. Ia berkali-kali menyaksikan adegan yang "meluhurkan budi, yang dilakukan orang Eropa" itu. 

Kartini menceritakan, saat itu ia melihat seorang pria Eropa dengan kasar memisahkan dua gadis Eropa yang sedang asyik bercakap-cakap, berpegangan tangan dan saling bersandaran.

"Perempuan jahat!" bentak pria Eropa tersebut, seperti diceritakan Kartini.

Padahal, Kartini mendengar sendiri bahwa isi percakapan kedua wanita itu murni percakapan dua sahabat karib.

Selain itu, ia melihat wajah para pria Eropa seperti terbakar, memerah, lantaran mabuk dan membuat gaduh. Dari mulutnya itu tercium bau minuman keras yang menyebar.

"Hati kami menjadi dingin, dan kami ingin benar-benar pergi dari lingkungan 'beradab' itu," tutur Kartini.

Potongan-potongan surat Kartini kepada korespondensinya jelas menyiratkan pesan bahwa meskipun menjadi bangsa yang terjajah namun setiap orang sepatutnya tetap sadar untuk berpikir, mengkritisi peradaban lain yang dianggap sempurna.

Bahkan, kritiknya itu tidak hanya ditujukan bagi bangsa yang menjajah Indonesia tapi, juga paradigma di dalam adat budaya Jawa.

Seperti yang tertuang di dalam surat yang ditujukan kepada korespondensinya, Estella Helena Zeehandelaar. Kartini secara jelas menentang kebudayaan Jawa saat itu.

"Di antara kami, mulai dari saya, kami tinggalkan semua adat sopan-santun (yang kaku). Perasaan kami sendiri yang harus mengatakan kepada kami sejauh mana cita-cita ingin bebas kami boleh bergerak," tulis Kartini dalam suratnya.

Melalui surat-surat yang ditulisnya, Kartini "meneriakkan" bahwa tidak ada salah satu di antara semua bangsa yang lebih baik dan lebih tinggi kedudukannya dari bangsa lainnya.

Sebagai manusia yang bebas, tentunya manusia harus mampu untuk memilah, mengkritisi dan melihat sebuah peradaban manusia secara utuh.

Kompas TV Sejarah & Kisah Hidup RA Kartini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

Nasional
Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Nasional
Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Nasional
Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Nasional
Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Nasional
Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: 'Nusantara Baru, Indonesia Maju'

Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: "Nusantara Baru, Indonesia Maju"

Nasional
KPI Tegaskan Belum Pernah Terima Draf Resmi RUU Penyiaran

KPI Tegaskan Belum Pernah Terima Draf Resmi RUU Penyiaran

Nasional
Dinyatakan Langgar Etik, Bamsoet: Saya Tak Mau Berpolemik

Dinyatakan Langgar Etik, Bamsoet: Saya Tak Mau Berpolemik

Nasional
Pakar Sebut Prabowo Bakal Menang Mudah jika Presiden Dipilih MPR

Pakar Sebut Prabowo Bakal Menang Mudah jika Presiden Dipilih MPR

Nasional
Ungkap Hubungan Jokowi dan Surya Paloh, Willy Aditya: Habis Pemilu Berteman Lagi...

Ungkap Hubungan Jokowi dan Surya Paloh, Willy Aditya: Habis Pemilu Berteman Lagi...

Nasional
PDN Diserang 'Ransomware', Tanggung Jawab Penyedia Layanan Disorot

PDN Diserang "Ransomware", Tanggung Jawab Penyedia Layanan Disorot

Nasional
Menkominfo: Pemerintah Tidak Akan Bayar Permintaan Tebusan 8 Juta Dollar Peretas PDN

Menkominfo: Pemerintah Tidak Akan Bayar Permintaan Tebusan 8 Juta Dollar Peretas PDN

Nasional
Serangan Siber ke PDN, Kesadaran Pemerintah Amankan Sistem Dinilai Masih Rendah

Serangan Siber ke PDN, Kesadaran Pemerintah Amankan Sistem Dinilai Masih Rendah

Nasional
Berkaca dari Kasus Vina Cirebon, Komnas HAM Sebut Proses Penyidikan dan Penyelidikan Polisi Rentan Pelanggaran

Berkaca dari Kasus Vina Cirebon, Komnas HAM Sebut Proses Penyidikan dan Penyelidikan Polisi Rentan Pelanggaran

Nasional
Minta Presiden Dipilih MPR Lagi, La Nyalla Desak Sidang Istimewa Usai Prabowo Dilantik

Minta Presiden Dipilih MPR Lagi, La Nyalla Desak Sidang Istimewa Usai Prabowo Dilantik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com