Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemborosan Anggaran Masih Terjadi

Kompas.com - 09/02/2016, 15:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Meski kualitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara membaik, masih ditemukan pemborosan dalam pembelanjaan kementerian. Pola-pola lama berupa pengulangan penganggaran proyek, acara mubazir, hingga dinas luar kota tak bermanfaat muncul saat penganggaran.

Pemborosan itu terlihat pada masa awal ketika APBN 2015 dimulai. Kementerian Keuangan melalui evaluasi belanja mendapati inefisiensi Rp 8,92 triliun atau sekitar 1 persen dari seluruh belanja pemerintah. Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Senin (8/2/2016), menyatakan, masih banyak pemborosan anggaran di sejumlah kementerian dan lembaga negara.

Pemborosan itu berupa anggaran yang melebihi standar, duplikasi satu program di beberapa kementerian dan lembaga, dan ketidaksesuaian antara tugas pokok dan fungsi kementerian serta program yang didesain.

Anggaran yang melebihi standar ditemukan misalnya pada perjalanan dinas dan biaya operasional. Duplikasi program dan ketidaksesuaian fungsi kementerian dan lembaga banyak terjadi pada program bantuan sosial, program usaha kecil dan menengah, program bedah rumah, dan program pengentasan rakyat miskin.

Menemukan inefisiensi

Belanja 2015 yang boros juga diketahui setelah beberapa kementerian menemukan beberapa belanja yang ternyata tidak efisien.

Pada pelaksanaan anggaran, setidaknya tiga menteri menemukan ketidakefisienan. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, misalnya, memangkas anggaran Rp 5,35 triliun untuk proyek-proyek yang mubazir dan sekitar Rp 2,05 triliun untuk penghematan lelang setelah dilakukan melalui e-katalog.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan berhasil mengefisienkan kegiatan dinas luar kota hingga Rp 1,9 triliun dan berbagai kegiatan lain yang mencapai miliaran rupiah.

Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menemukan sejumlah kegiatan yang mubazir hingga berhasil mengefisienkan anggaran Rp 1,5 triliun.

"Ada fasilitas yang sudah sangat bagus, tetapi masih ada anggaran untuk renovasi dan pengembangan. Langsung saya coret proyek itu. Ada juga anggaran garasi Rp 900 juta. Mau sebesar apa itu garasi? Saya hitung per meter biayanya Rp 5 juta. Ini sama dengan biaya per meter untuk bandara. Kegiatan yang manfaatnya tidak jelas saya coret. Saya juga meminta Inspektur Jenderal untuk meneliti proyek itu," kata Jonan.

Jonan juga menyebutkan adanya sejumlah proyek yang tidak pernah selesai meski penganggarannya sudah lama dilakukan. Ia langsung meneliti proyek-proyek itu dan menyelesaikannya tahun lalu. Untuk mendapatkan pembelanjaan yang bisa diefisienkan, Jonan mengakui harus meneliti secara detail semua belanja itu hingga per kegiatan. "Saya hanya ingin anggaran itu bermanfaat bagi yang berhak. Semua itu uang rakyat, maka yang berhak menikmati adalah rakyat," katanya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengatakan, Menhub telah meminta semua pejabat pengguna anggaran untuk mengevaluasi harga yang terlalu tinggi.

Kegiatan aneh

Anies Baswedan juga menemukan sejumlah pemborosan. Masalah ini diketahui ketika ia memanggil pegawai eselon satu dan dua dalam pertemuan rapat pimpinan lengkap. Dalam rapat itu Anies memberikan instruksi secara gamblang soal efisiensi dan semua diberi tenggat untuk mengumpulkan hasil efisiensinya.

"Lalu, dalam pertemuan itu saya mengemukakan contoh rencana kegiatan yang aneh. Ada kegiatan penghargaan dengan anggaran Rp 1,3 miliar. Untuk penerima penghargaan dianggarkan Rp 100 juta dengan jumlah penerima 10 orang, lalu untuk penyelenggara kegiatan acara malam penghargaan dianggarkan Rp 980 juta. Ini, kan, dagelan," katanya.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengemukakan, pihaknya bisa menghemat anggaran lebih dari 10 persen dari total APBN Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rp 10,59 triliun pada tahun 2015. Ia menghemat dengan memangkas anggaran rapat, konferensi, dan perjalanan dinas yang tidak perlu. Ia juga memangkas biaya konsultan ataupun barang cetakan yang mubazir. Rapat diselenggarakan di kantor kementerian. Pihaknya juga memangkas kegiatan seminar yang dinilainya sebagai pemborosan. "Kegiatan seminar selama ini tersebar di berbagai eselon satu dan jika dikumpulkan, jumlahnya mencapai 300 seminar setiap tahun," kata Susi.

Sambil tertawa, Susi menghitung dalam setahun ada 356 hari. Jika dipotong dengan hari libur, semisal 56 hari, maka setiap hari ada seminar di kementeriannya. Dengan gamblang, ia mengatakan, banyak kegiatan itu yang mubazir dan tidak jelas arahnya.

Selain itu, proyek abu-abu ditiadakan guna menghindari tumpang tindih dengan proyek kementerian lain. Ia menilai beberapa proyek yang digarap oleh lintas kementerian memicu pembiayaan ganda dan tidak terlihat hasilnya.

KKP juga tidak lagi menggunakan istilah program seperti pemberdayaan, penguatan, dan sejenisnya karena hal itu dinilai multitafsir dan rawan penyalahgunaan. Program perencanaan pengawasan kapal serta konsolidasi pengawasan kapal juga dihapuskan. Program-program KKP difokuskan antara lain pada pembangunan kapal, pelatihan nelayan, penyediaan bibit ikan untuk pembudidaya, dan pemberian mesin pakan.

Untuk bancakan

Pada saat kebutuhan dana dalam APBN, seperti untuk proyek infrastruktur yang besar dan di sisi lain penerimaan pajak yang masih kecil, upaya efisiensi sangat diperlukan dan harus dilanjutkan pada tahun anggaran 2016.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yenny Sucipto menyatakan, anggaran belanja negara pada dua tahun terakhir menggelembung besar. Namun, ia menilai desain anggarannya dibuat sedemikian rupa untuk bancakan di antara para pemangku kepentingan. Alhasil, alokasi anggaran yang benar-benar terkonversi menjadi program konkret yang dinikmati rakyat menjadi tidak maksimal.

Volume APBN terus meningkat. Dalam tiga tahun terakhir, pendapatan negara meningkat 17,54 persen, dari realisasi Rp 1.550,5 triliun pada 2014 menjadi Rp 1.822,5 triliun pada target anggaran 2016. Pada periode yang sama, belanja meningkat 17,92 persen, dari Rp 1.777,2 triliun menjadi Rp 2.095,7 triliun.

Sejalan dengan itu, utang membengkak karena diperlukan untuk menutup defisit anggaran sekaligus membayar cicilan pokok utang yang jatuh tempo. Pada 2014, total utang yang ditarik pemerintah Rp 428,14 triliun. Pada 2016, targetnya Rp 542 triliun. Total utang yang ditarik pemerintah hampir sepertiga pendapatan negara. Jika efisiensi dapat dilakukan di hampir semua kementerian, utang masih bisa ditekan.

Kendati volume APBN meningkat, masih banyak prioritas pembangunan yang alokasi anggarannya minimalis, misalnya infrastruktur dasar yang meliputi sanitasi dan air minum. Infrastruktur dasar berkaitan dengan nyawa manusia dan pengentasan rakyat miskin.

Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch Firdaus Ilyas menyatakan, penggelembungan dan pemborosan anggaran disebabkan praktik rente. Hal ini menyebar di berbagai unit dan program di beberapa kementerian. (LAS/LUK/LKT/MAR/ARN)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Februari 2016, di halaman 1 dengan judul "Pemborosan Anggaran Masih Terjadi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

Nasional
Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Nasional
Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Nasional
Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Nasional
DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

Nasional
Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Nasional
Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Nasional
KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

Nasional
Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Nasional
KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com