Munas Golkar di Bali kembali mengukuhkan kepemimpinan di tangan ARB, sebaliknya Munas Golkar di Ancol, Jakarta, menetapkan Agung Laksono sebagai ketua umum.
Konflik ini kemudian melibatkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly yang mengeluarkan keputusan untuk mengesahkan kepengurusan Golkar hasil munas Ancol pimpinan Agung Laksono.
Keputusan ini digugat ARB dan lewat putusan sela dan kemudian diikuti putusan tetap, Pengadilan Tata Usaha Negeri Jakarta memutuskan mencabut surat keputusan Menkumham dan mengembalikan kepengurusan ke tangan pengurus hasil munas Riau 2009 yang mengesahkan kepemimpinan ARB. Meski demikian, dualisme kepemimpinan terus berlangsung.
Dualisme kepemimpinan ini membuat gerak organisasi Golkar menjadi lamban sehingga performa politiknya pun kurang maksimal. Hal ini terlihat pada performa Golkar dalam pilkada serentak tahun 2015.
Golkar sebagai salah satu partai papan atas pada Pemilu 2014 tidak mampu mempertahankan kepala daerah di sejumlah daerah yang pernah dimenangi dalam pilkada.
Calon-calon yang diusung Golkar gagal menggapai kemenangan lantaran dukungan dari DPP tidak solid.
Sebagai partai yang telah mapan dan memiliki jaringan infrastruktur politik yang rapi hingga ke tingkat bawah, kekalahan Golkar bisa dipastikan dipicu oleh adanya dualisme kepemimpinan tersebut.