Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Internal sebagai Ujian Soliditas Golkar

Kompas.com - 28/01/2016, 04:05 WIB

Oleh: Sultani

Semenjak menjadi partai politik, dinamika di tubuh Golkar bergerak sangat cepat. Akibatnya, partai ini kerap terbawa ke dalam pusaran konflik internal.

Konflik yang dilatari oleh ambisi sejumlah pengurus untuk memegang tampuk pimpinan partai membuat soliditas Golkar kerap terpecah. Kini, dualisme kepemimpinan telah berjalan setahun lebih dan kian meruncing.

Kegagalan Golkar meraih kemenangan pada Pemilu 2014 sebetulnya sudah menggugurkan kewajiban partai untuk mengusung Aburizal Bakrie sebagai calon tunggal, seperti yang diputuskan oleh kongres tahun 2011.

Pemberian mandat kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) dalam Rapimnas VI Partai Golkar di Jakarta juga kemudian menjadi pangkal masalah.

Mandat itu menetapkan ARB sebagai calon presiden atau calon wakil presiden Partai Golkar dan memberikan wewenang penuh kepada ARB untuk menjalin komunikasi dan koalisi dengan partai politik mana pun.

Sejumlah elite Golkar yang berseberangan beranggapan bahwa mandat penuh hanya diberikan dalam konteks ARB sebagai capres atau cawapres, bukan untuk mengusung pasangan dari partai politik lain.

Sejumlah kader yang merasa tipisnya peluang Golkar untuk mengajukan calon yang kuat kemudian lebih mengarahkan dukungannya ke figur kandidat lain, yaitu Joko Widodo yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Hasil survei sejumlah lembaga menjelang pencalonan memang menunjukkan peluang sangat tipis bagi ARB, sebaliknya peluang terbesar ada pada Jokowi.

Terlebih, Jokowi telah menggandeng mantan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla sebagai wakilnya. Dengan demikian, dukungan terhadap tokoh ini dianggap wajar dilakukan.

Konflik di kalangan elite partai Golkar semakin runcing ketika tiga kader Golkar yang secara terang-terangan tidak mau patuh kepada keputusan pimpinan Golkar untuk mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dipecat.

Tiga kader yang terlihat lebih mendukung pasangan Jokowi-JK, yakni Ketua DPP Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita, Wakil Bendahara DPP Golkar Nusron Wahid, dan Poempida Hidayatulloh, dipecat pada Juni 2014.

Partai Golkar juga menonaktifkan Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh, yang juga Gubernur Sulawesi Barat.

Perseteruan terus berlanjut meski pemilu yang memenangkan pasangan Jokowi-JK telah usai. Persoalan bergeser pada pergantian kepemimpinan puncak partai Golkar.

Penyelenggaraan dua musyawarah nasional yang berbeda adalah puncak dari perebutan kekuasaan yang terjadi kemudian.

Munas Golkar di Bali kembali mengukuhkan kepemimpinan di tangan ARB, sebaliknya Munas Golkar di Ancol, Jakarta, menetapkan Agung Laksono sebagai ketua umum.

Konflik ini kemudian melibatkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly yang mengeluarkan keputusan untuk mengesahkan kepengurusan Golkar hasil munas Ancol pimpinan Agung Laksono.

Keputusan ini digugat ARB dan lewat putusan sela dan kemudian diikuti putusan tetap, Pengadilan Tata Usaha Negeri Jakarta memutuskan mencabut surat keputusan Menkumham dan mengembalikan kepengurusan ke tangan pengurus hasil munas Riau 2009 yang mengesahkan kepemimpinan ARB. Meski demikian, dualisme kepemimpinan terus berlangsung.

KOMPAS/LASTI KURNIA Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie, Ketua Harian DPP Partai Golkar hasil Munas Bali MS Hidayat, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly (dari kanan ke kiri) memberi keterangan seusai penutupan Rapimnas Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie di Jakarta, Senin (25/1) malam.
Dualisme kepemimpinan ini membuat gerak organisasi Golkar menjadi lamban sehingga performa politiknya pun kurang maksimal. Hal ini terlihat pada performa Golkar dalam pilkada serentak tahun 2015.

Golkar sebagai salah satu partai papan atas pada Pemilu 2014 tidak mampu mempertahankan kepala daerah di sejumlah daerah yang pernah dimenangi dalam pilkada.

Calon-calon yang diusung Golkar gagal menggapai kemenangan lantaran dukungan dari DPP tidak solid.

Sebagai partai yang telah mapan dan memiliki jaringan infrastruktur politik yang rapi hingga ke tingkat bawah, kekalahan Golkar bisa dipastikan dipicu oleh adanya dualisme kepemimpinan tersebut.

Potensi konflik

Semenjak dideklarasikan pada 22 Agustus 1998 sebagai partai politik, intensitas konflik di dalam tubuh partai berlambang pohon beringin ini tidak pernah surut.

Berbeda dengan masa sebelum reformasi di mana Presiden Soeharto yang bertindak sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar memiliki kekuasaan yang sangat otoriter dalam mengendalikan Golkar sehingga potensi konflik internal sangat mudah diredam.

Saat itu, Golkar merupakan satu-satunya kekuatan politik pada era Orde Baru yang sangat jauh dari konflik.

Ketika Soeharto tumbang dan jabatan Ketua Dewan Pembina berganti orang, suasana adem juga menghilang dari Golkar. Gesekan kepentingan antarpengurus Golkar mulai muncul ke permukaan yang memicu terjadinya konflik internal.

Akibatnya, Golkar yang sejak dibentuk oleh Orde Baru sebagai Organisasi Peserta Pemilu (OPP) sejak 1968 dikenal sebagai organisasi yang paling solid ternyata perlahan-lahan rapuh juga.

Beberapa ormas sebagai penyokong Golkar keluar dan membentuk partai sendiri. Sementara itu, beberapa tokoh yang menjadi eksponen Golkar pun membentuk gerakan politik hingga partai politik dalam rangka menghambat laju perkembangan Golkar.

Tantangan Golkar dalam menghadapi Pemilu 1999 juga semakin berat lantaran adanya keinginan untuk menghentikan langkah Golkar meraih kemenangan pada Pemilu 1999.

Keinginan tersebut muncul dari sejumlah tokoh politik dengan mendirikan Forum Komunikasi Partai-partai Proreformasi Total (Forum Partai).

Selain itu, Golkar juga menghadapi upaya penggembosan yang dilakukan oleh sejumlah fungsionarisnya sendiri melalui pendirian Barisan Nasional dan Gerakan Keadilan dan Kesatuan Bangsa.

Batu ujian

Fenomena dualisme kepemimpinan yang terjadi pada 2014 dan upaya penggembosan dukungan pada 1998 menunjukkan sebagai partai politik, Golkar sangat rawan dengan konflik di dalam tubuhnya sendiri.

Meski intensitas konflik tersebut meningkat pascareformasi Golkar, partai ini terlihat sangat piawai dalam mengelola konflik-konflik itu sehingga partai ini tetap memperoleh dukungan yang signifikan dari rakyat.

Pada Pemilu 1999, di mana kebencian kepada Golkar sedang memuncak karena dianggap ikut bertanggung jawab atas kehancuran ekonomi negara saat itu, Golkar masih bisa meraih suara yang cukup tinggi. Meski memiliki selisih suara yang relatif besar dengan PDI-P, posisi Golkar tetap di urutan kedua.

Bahkan, pada Pemilu 2004 Golkar mampu menyalip PDI-P dan menjadi pemenang. Prestasi ini tetap dijaga oleh Golkar pada masa kepemimpinan Jusuf Kalla dan Aburizal Bakrie.

Kini, dualisme kepemimpinan Golkar hendak diurai kembali melalui mekanisme munas luar biasa yang rencananya akan digelar pada Mei mendatang.

Kepiawaian Golkar dalam mengelola konflik di dalam tubuhnya sendiri akan diuji dalam munaslub yang akan menjadi ajang rekonsiliasi bagi semua pengurus Golkar.

Siapa pun ketua umum yang akan terpilih nanti harus bisa merangkul semua komponen yang ada dalam Golkar sehingga kekecewaan bisa diredam dan potensi munculnya dualisme kepemimpinan bisa dicegah. (Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ingin Duetkan Kaesang dengan Zita Anjani, PAN: Sudah Komunikasi

Ingin Duetkan Kaesang dengan Zita Anjani, PAN: Sudah Komunikasi

Nasional
Ada Tiga Anak Yusril, Ini Susunan Lengkap Kepengurusan Baru PBB

Ada Tiga Anak Yusril, Ini Susunan Lengkap Kepengurusan Baru PBB

Nasional
Polri Usut Dugaan Pidana Terkait Serangan 'Ransomware' di PDN

Polri Usut Dugaan Pidana Terkait Serangan "Ransomware" di PDN

Nasional
Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Nasional
Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Nasional
Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Nasional
SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

Nasional
Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Nasional
Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Nasional
Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Nasional
MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

Nasional
Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Nasional
MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

Nasional
Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Nasional
Kemenag Minta Penghulu Edukasi Bahaya Judi 'Online' ke Calon Pengantin

Kemenag Minta Penghulu Edukasi Bahaya Judi "Online" ke Calon Pengantin

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com