Dengan demikian, dalam setiap tindakan bom bunuh diri bukan motif pribadi, kelompok, atau tujuan politik praktisnya yang pertama-tama dituju, melainkan pemenuhan diri dalam tindakan dan doktrin. Ada dimensi teleologis yang terbentuk secara ringkas di mana di dalam tindakan itu si pelaku merasa bukan hanya melaksanakan tugas secara paripurna, lebih jauh dari itu ia sendiri mencapai situasi yang sempurna dalam tindakannya.
Namun, meski pada tahap akhir keputusan individual itu menentukan, tidak dapat dikatakan bahwa pelaku bom bunuh diri dilakukan oleh individu yang terisolasi -sehingga dengan demikian seakan-akan tindakan itu pada akhirnya merupakan keputusan eksistensial. Sejumlah penelitian yang dikutip oleh Townsend menemukan fakta bahwa keputusan untuk melakukan bom bunuh diri tidak tiba sebagai hasil keputusan yang terisolasi, apalagi otonom. Para peneliti menemukan bahwa pelaku bom bunuh diri biasanya telah disiapkan, dilatih.
Jangan remehkan
Townsend mengatakan: "No instances of religious or political suicide terrorism stem from lone actions of cowering or unstable bombers. It seems that the decision to send out a suicide terrorist is almost always made by others" (Townsend, hal 16). Tidak ada bunuh diri teroristik yang digerakkan oleh tindakan perseorangan, keputusan untuk mengirim para peledak bom bunuh diri selalu dibuat orang berbeda.
Yang juga unik pada kasus-kasus bom bunuh diri adalah teroris berhenti pada momen atau kejadian itu, di mana ia mati bersama para korbannya. Namun, justru dengan kematiannya itu, tujuan-tujuannya yang sejati justru baru dimulai. Di sini, bom bunuh diri bukanlah suatu keputusan eksistensial, melainkan hasil dari determinasi organisasional.
Dengan memahami struktur dan tujuan-tujuan bom bunuh diri ini, jelaslah bahwa barangkali mereka gagal membentuk efek ketakutan massal. Meski demikian, sebagai tindakan teroristik, tindakan itu telah dipenuhi. Artinya, sejauh bunuh diri terjadi sebagai bunuh diri, maka tak ada bom bunuh diri yang sepenuhnya gagal. Yang kedua, sebagaimana dikatakan Bloom, bom bunuh diri dimaksudkan sebagai suatu teater yang terorganisasi. Kegagalan pada satu "pertunjukan" tidak berarti telah memusnahkan organisasi di belakangnya.
Artinya, di masa depan potensi ancaman yang sama masih terus terbuka di depan kita. Keberanian sipil, dan segala kampanye mengenai daya tahan terhadap teror, jangan sampai membuat kita gegabah hingga meremehkan terorisme.
Robertus Robet
Sosiolog UNJ; Peneliti di Centre for Terrorism and Social Conflict Studies Fakultas Psikologi UI
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Struktur Bunuh Diri Teroris".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.