Untuk itu, dia pun menyarankan agar Polri diberi wewenang tambahan jika nantinya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme jadi direvisi.
Tindakan pendahuluan yang dimaksud Badrodin antara lain adalah doktrinisasi paham radikal, cuci otak, hingga upaya baiat yang menyimpang.
Contoh lainnya adalah ceramah bernada provokatif, ajakan melalui media sosial, hingga pemberian pelatihan militer secara tidak sah dengan tujuan menggabungkan diri ke dalam kelompok radikal di dalam ataupun di luar negeri.
"Rekomendasi kami, revisi perlu dilakukan terhadap UU Penanggulangan Terorisme yang dapat menjadi dasar dalam penindakan oleh Polri," kata Badrodin saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senin (25/1/2016).
Menurut Badrodin, setidaknya ada enam hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah dan DPR dalam revisi tersebut.
Pertama, revisi perlu difokuskan untuk penguatan Polri, bukan hanya dalam penanggulangan, melainkan juga dalam hal pencegahan dan deradikalisasi.
Selanjutnya, penambahan bab dan pencegahan diperlukan, dengan menjadikan UU Antiterorisme sebagai lex specialis di dalam KUHAP dan KUHP.
Ia juga meminta, Polri dalam hal pencegahan dapat menahan orang-orang yang patut diduga ingin bergabung ke dalam kelompok teror.
"Ketiga, perlu juga perluasan kategori tindak pidana terorisme, antara lain doktrin radikal, cuci otak, baiat terhadap organisasi teroris, ceramah provokatif, pelatihan kemampuan ala militer secara tidak sah, untuk dapat digolongkan sebagai tindak pidana terorisme," ujarnya.
Kapolri juga meminta adanya penguatan di dalam hukum acara, seperti dalam hal penangkapan terduga teroris yang sebelumnya hanya bisa dilakukan 7 x 24 jam menjadi 30 x 24 jam.
Begitu pula dalam hal penahanan, dari semula hanya bisa dilakukan selama 180 hari, hal tersebut kini diusulkan menjadi 240 hari.
"Selanjutnya, perlu juga penambahan bab tentang deradikalisasi," kata dia.
Terakhir, dia meminta agar persidangan terhadap saksi dapat dilakukan melalui telekonferensi. Hal ini dilakukan karena saksi dalam kasus tindak pidana terorisme perlu dilindungi lantaran sering kali mendapatkan ancaman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.