Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Bom Thamrin, Saat Penyintas Butuh Perlindungan Pemerintah

Kompas.com - 20/01/2016, 15:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Peristiwa ledakan bom di kawasan Thamrin pada Kamis (14/1) siang mengubah kehidupan dan mimpi sebagian orang yang turut menjadi korban. Trauma, penyesalan, dan kekecewaan tak bisa hilang dalam sekejap mata. Hanya sepotong asa yang masih tersisa menjadi penyemangat para penyintas dan keluarga untuk kembali menapaki jalan hidup.

Mata Anggun Kartikasari (24) tak berhenti berkaca-kaca, sesekali air matanya mengalir. Anggun merupakan salah satu korban ledakan bom di kawasan Thamrin. Ia terbaring di ruang perawatan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto sejak Kamis lalu.

Siang itu Anggun tengah dikunjungi perawat yang menjadwalkan fisioterapi untuk melatih kemampuan motoriknya. Sebab, pasca tindakan operasi, Anggun kesulitan menggerakkan badan, bahkan duduk saja tidak bisa. Serpihan bom berupa seng dan paku beton bersarang di sekujur tubuhnya sebelum dioperasi.

Tak sekadar mengatur agenda fisioterapi, perawat Diah Agus juga berupaya membangkitkan semangat Anggun yang terpuruk akibat kehilangan sepupunya, Rico Hermawan (21). Bukan hanya merasa kehilangan, Anggun bahkan tak berhenti menyalahkan diri sendiri atas kepergian adik sepupunya tersebut.

Rico merupakan korban tewas dalam peristiwa ledakan siang itu dan sudah dimakamkan di Boyolali, Jawa Tengah, pada Minggu (17/1). Saat itu, Rico mengantarkan Anggun menyerahkan lamaran kerja di Graha Bank Mas, Kuningan, Jakarta. Seusai menyerahkan lamaran kerja, keduanya hendak kembali ke rumah di kawasan Condet.

"Harusnya tidak lewat situ. Ayah Rico sudah mengingatkan sebelum berangkat. Tapi sepertinya saat itu kami salah jalan, hingga akhirnya sampai di dekat Sarinah dan ditilang karena melanggar larangan di jalan itu. Rico dipanggil ke pos polisi itu," kisah Anggun.

Malang tak dapat ditolak. Rico, yang diikuti Anggun menuju pos polisi di depan Sarinah, tiba-tiba terlempar. Anggun dalam kondisi sadar berusaha menolong Rico yang terkapar di dekat pintu pos polisi. Namun, dia tak berdaya karena kondisinya yang juga terluka parah, hingga akhirnya warga menolong dan melarikannya ke rumah sakit. Sejak itu, ia tak mendengar lagi kabar Rico.

Namun, berita di televisi tak bisa dibendung. Gadis lulusan Jurusan Sastra Jepang Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, ini histeris. "Kalau bukan karena saya, Rico pasti baik-baik saja. Saya juga tidak bisa menolong," sesalnya.

Ayahnya, Aryanto (58), menyemangati anak keduanya ini. "Semua sudah diatur Tuhan," ujar Aryanto sambil mengusap lembut kepala Anggun.

Korban lain, Ajun Inspektur Satu Budiyono (43) yang dirawat di unit perawatan intensif RSPAD Gatot Soebroto, setelah ditembak pelaku teror di perut dari jarak dekat, sudah mulai pulih. Budi kini bersemangat untuk bertugas kembali sebagai provos. Istrinya, Rina (42), terus mendampingi Budi.

"Saya tidak sabar bertugas lagi. Doakan saya segera kembali ke lapangan," ujar Budi ketika dibesuk Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Kepala Polda Inspektur jenderal Tito Karnavian, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dan Direktur Utama Asabri Adam R Damiri.

Badrodin mengapresiasi semangat Budi. Badrodin dan Khofifah pun memberikan bantuan kepada keluarga Budi.

Di tengah hiruk-pikuk pengejaran anggota jejaring teroris, nasib penyintas kerap terabaikan. Bantuan pemerintah kerap sebatas perawatan di rumah sakit. Padahal, penyintas butuh banyak hal, terutama pendampingan psikologis. Belum lagi keluarga korban yang kehilangan tulang punggung keluarga, seperti Rais Karna, pesuruh Bank Bangkok, yang meninggal ditembak teroris di kepala.

Sucipto Hari Wibowo dari Yayasan Penyintas Indonesia mengungkapkan, dirinya yang jadi korban bom Kedutaan Besar Australia pada 2004 memperoleh bantuan dari Kedubes Australia. Dari pemerintah, bantuan baru akan diupayakan melalui pertemuan dengan pihak polda sesuai aturan Undang-Undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Sementara untuk korban bom Bali pada 2002, korban baru mendapat akses kartu sehat setelah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang LPSK diperbarui pada 2014. Saat ini, ada sekitar 600 korban terorisme dari bom Bali hingga JW Marriott-Ritz Carlton.

"Dari pemerintah memang kurang maksimal penanganannya. Revisi UU LPSK sudah cukup membantu, tapi tetap butuh banyak yang harus disempurnakan, seperti pasca pengobatan perlu dicermati dan pendampingan psikologis," ujar Sucipto.

Menteri Sosial pun berjanji mengupayakan pendampingan psikologis bagi penyintas.

Bagaimanapun, pemerintah tidak boleh mengabaikan kewajibannya dalam melindungi korban penyintas ledakan bom. Tidak apa terlambat, daripada tidak berbuat selama sekali. (Riana A Ibrahim)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Januari 2016, di halaman 5 dengan judul "Saat Penyintas Butuh Perlindungan Pemerintah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

Nasional
Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Nasional
Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Nasional
Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Nasional
DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

Nasional
Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com