Sebuah surat ditemukan sang ibu, Yunita, yang berisi agar Kevin segera menentukan sikap karena waktu akan terus mengejar.
"Saya yakin sekali itu bukan tulisan Kevin. Surat itu ditujukan ke seseorang bernama Bunda Tika," ujar Yunita.
Semenjak kasus hilangnya Kevin mencuat, satu per satu laporan orang hilang mulai terangkat ke publik. Semuanya terkait dengan organisasi yang dibina oleh Ahmad Mosshadeq tersebut.
Berdasarkan data yang dihimpun Kompas.com, sudah ada 164 orang yang dilaporkan hilang dan diduga terkait Gafatar. Data dihimpun dari pemberitaan di media massa selama ini.
Jumlah itu bisa saja lebih besar karena banyak kasus yang tidak terangkat ke media.
Mereka yang hilang berasal dari beragam kalangan mulai dari pelajar SMP, pelajar SMA, mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, hingga pegawai negeri sipil.
Laporan orang hilang itu tersebar di Yogyakarta (78 orang), Nusa Tenggara Barat (12 orang), Sumatera Utara (1 orang), Sumatera Barat (30 orang), Jawa Tengah (20 orang), Jawa Barat (21 orang), dan Jawa Timur (2 orang).
Mereka yang hilang ini tak diketahui arahnya. Tetapi, ada pula yang mengaku akan ke Kalimantan Barat. Semenjak pamit meninggalkan rumah, kontak komunikasi dengan keluarga langsung terputus.
Hal ini dirasakan Dzulaikha Silbie atau Ika yang kehilangan kontak dengan orang tua dan empat adiknya yang menghilang di Papua Barat.
Ika kemudian mendapat kabar bahwa pengikut Gafatar yang ada di Papua Barat sudah dipindahkan ke Kalimantan. Ika pun semakin sulit mencari keberadaan keluarganya.
Sebelum menghilang, Ika mengaku kedua orang tuanya kerap berpindah-pindah tempat tinggal karena diminta mengurus kantor-kantor sekretariat Gafatar.
Dia sendiri memutuskan tidak ikut organisasi itu karena melihat adanya kejanggalan dalam cara pengajian hingga ibadah orang tuanya. Mereka tidak menjalankan ibadah shalat lima waktu dan tidak mengucapkan salam yang lazim bagi umat muslim.
"Kalau memang pengajian Islam biasanya dipisah kan laki-laki dan perempuan, tetapi ini campur dan yang wanitanya lepas kerudung. Cara salam mereka bukan assalamualaikum, tetapi damai sejahtera," imbuh Ika.
Bantah organisasi keagamanaan
Hingga kini, bentuk organisasi Gafatar beserta paham dan kegiatannya masih simpang siur karena berbeda di setiap daerahnya.
Mantan pengurus Gafatar mengungkapkan Gafatar adalah organisasi kebangsaan yang bergerak di bidang sosial, bukan berbasis agama. Namun, organisasi itu telah bubar pada 2015 lalu,
"Karena dianggap sesat oleh ulama, pada tahun 2015 lalu, secara nasional organisasi Gafatar bubar," kata Iwan (bukan nama sebenarnya) yang sempat menjadi Ketua DPD Gafatar Yogyakarta.
Setelah resmi bubar, Iwan mengaku tidak lagi berkomunikasi dengan Gafatar Nasional. Saat muncul eksodus dari Yogyakarta ke Kalimantan bagi pengikut Gafatar, dia tidak mengetahuinya.
Dia juga membantah bahwa organisasinya melarang anggotanya untuk beribadah atau menjalankan puasa. "Kami bergerak di bidang sosial, jadi tidak ada yang melarang untuk beribadah. Itu bukan Gafatar," kata dia.
Terus dipantau
Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar jajaran di bawahnya terus memantau aktivitas organisasi organisasi yang tidak tercatat di Kementerian Dalam Negeri itu. Kepolisian, intelijen, hingga ormas keagamanan kini terlibat dalam pemantauan tersebut.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan segera mengeluarkan fatwa terkait Gafatar apabila hasil kajian sudah selesai. MUI mengkaji apakah Gafatar hanyalah organisasi yang berubah nama dari Al Qiyadah Al Islamiah yang sudah dinyatakan sesat sebelumnya.
"Kalau memang reinkarnasi dari Al Qiyadah Al Islamiyah ya kita akan nyatakan sesat," kata Ketua MUI Ma'ruf Amin.
Kepolisian juga memantau pergerakan para pengikut Gafatar. Diketahui, ada 700 mantan anggota Gafatar yang tinggal di kawasan Mempawah, Kalimantan Barat, mulai diusir oleh warga sekitar yang merasa terganggu eksodus besar-besaran terjadi.
"Apalagi kedatangan mereka ini sangat mencurigakan, datang dengan gelombang besar, berkelompok dan terkesan hanya bergaul dengan sesama kelompoknya sendiri," ungkap warga Mempawah, Atang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.