Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/11/2015, 18:00 WIB

Harus transparan

Penguatan kelembagaan MKD selain memasukkan unsur masyarakat dalam keanggotaannya, juga melalui transparansi atas pengaduan dari publik. Transparansi dimaknai dengan memberikan akses publik atas pelaporan atau pengaduan yang masuk secara periodik setiap tahun, transparan dalam proses penyelidikan dan verifikasi, sampai pada pengambilan keputusan yang diserahkan pada rapat paripurna DPR.

Melalui proses yang transparan harapannya publik mendapatkan gambaran perihal pelanggaran kode etik yang dilakukan wakilnya di parlemen, sehingga publik dapat mengambil keputusan untuk menghukum wakil- wakilnya di parlemen dengan cara tak memilihnya kembali pada pemilu berikutnya. Selain itu, transparansi MKD juga memberikan edukasi kepada publik agar secara aktif melaporkan pelanggaran etik yang dilakukan oleh wakilnya di parlemen.

Tentunya dengan proses yang transparan, laporan atau pengaduan dari publik terdapat jaminan kepastian hukumnya. Maka, juga diperlukan limitasi waktu yang tegas sejak proses penerimaan laporan atau pengaduan, penyelidikan dan verifikasi, sampai proses pengambilan keputusan. Jadi, bukan hanya sidang MKD yang harus terbuka, seperti yang disuarakan publik untuk kasus Setya Novanto. Karena dalam Pasal 132 UU No 17/2014 disebutkan bahwa sidang MKD bersifat tertutup, dengan pertimbangan untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam sidang MKD.

Sidang MKD boleh tertutup, tetapi bukan berarti itu tidak transparan. Transparansi proses MKD bukan hanya dalam sidangnya, tetapi seluruh prosesnya harus dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat secara terbuka. Dengan demikian, masyarakat dapat menilai apakah layak sanksi yang diberikan MKD terhadap anggota DPR yang diduga melakukan pelanggaran. Tentu jika Setya Novanto terbukti melakukan transaksi gelap dengan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dengan indikasi penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, maka tidak adil jika sanksi yang diberikan hanya teguran lisan atau tertulis.

MKD harus tegas bahwa sanksi yang adil untuk wakil rakyat yang memperjualbelikan kekuasaannya demi memperkaya diri sendiri tidak lain adalah pemberhentian tetap sebagai anggota DPR, tentu dengan mendapat persetujuan rapat paripurna. Ketegasan MKD akan menunjukkan martabat MKD sendiri di mata para wakil rakyat, dan menjaga martabat serta kehormatan para wakil rakyat dari etika politik yang rakus.

Sebaliknya jika ternyata pengaduan dari Sudirman hanya politik pencitraan dari Menteri ESDM agar publik menganggap kinerja sang menteri sangat bagus, tetapi alat bukti untuk menyeret Ketua DPR lemah, maka MKD harus tegas bahwa teradu terbukti tidak melanggar dan merehabilitasi nama baik dan kehormatan teradu.

Hari ini kita menguji marwah MKD, sekaligus menguji martabat dan kehormatan para wakil rakyat kita yang baru setahun menduduki singgasananya. Sebagaimana diungkapkan oleh Julius Paulus "Non ex regula ius sumatur, sed ex iure quod est regula fiat".

Gugun El Guyanie
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 November 2015, di halaman 6 dengan judul "Menguji Independensi MKD".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com