Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"MKD Ada-ada Saja Alasannya..."

Kompas.com - 24/11/2015, 09:11 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sikap Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dinilai lucu terkait penundaan menggulirkan perkara Ketua DPR RI Setya Novanto ke persidangan. MKD diminta tidak mencari-cari alasan untuk menghambat pengusutan laporan Menteri ESDM Sudirman Said.

MKD dianggap bisa mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla itu tanpa ada laporan.

"MKD ini ada-ada saja alasannya. Seharusnya, dengan atau tanpa pengadu, MKD sudah dapat memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto," ujar peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Mico Susanto Ginting, di Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Merujuk pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI, memang tidak ada aturan laporan yang berasal dari lembaga tinggi atau kementerian.

Dalam laporan, Sudirman menggunakan kop surat Kementerian ESDM. (Baca: Dukungan KMP untuk Setya Novanto Bikin MKD "Masuk Angin"?)

Meski demikian, Mico berpendapat bahwa ada kata "dapat" di dalam pasal tersebut. Kata itu, menurut Mico, digunakan untuk menyatakan sifat diskresioner MKD sendiri.

Beda soal jika kata tersebut diganti dengan "wajib" atau "harus". (Baca: "Publik Kini Pesimistis, Kasus Setya Novanto Antiklimaks")

"Oleh karena itu, MKD tidak perlu merasa kehilangan acuan ketentuan. MKD itu punya diskresi kok untuk menentukan kriteria soal identitas pengadu," ujar Mico.

Selain itu, MKD, lanjut Mico, sebenarnya bisa menempatkan dugaan pelanggaran kode etik Novanto dalam kategori tindakan yang tidak memerlukan syarat pengaduan.

Sebab, dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI, diatur hal itu.

Pasal itu berbunyi, "Perkara tanpa pengaduan merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota yang berupa: pelanggaran terhadap undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan perwakilan Rakyat Daerah, serta peraturan DPR yang mengatur mengenai tata tertib dan Kode Etik yang menjadi perhatian publik."

"Apakah kasus dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto ini belum menjadi perhatian publik? Buktinya sudah ada petisi masyarakat yang masif dan terus mendorong dilanjutkannya kasus ini," ujar Mico. (Baca: Petisi Online "Pecat Ketua DPR" Kumpulkan 58.000 Pendukung)

PSHK, lanjut Mico, mendesak MKD segera melanjutkan proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto secara terbuka dan akuntabel.

Seperti dikutip Kompas, rapat MKD kemarin menjadwalkan untuk melihat hasil verifikasi tim ahli MKD terkait bukti dari pengaduan Sudirman sekaligus menentukan apakah MKD bisa menggelar persidangan dengan alat bukti tersebut. 

Namun, rapat diputuskan ditunda karena ada ketidaksepahaman di antara peserta rapat tentang barang bukti yang diserahkan Sudirman. (Baca: Setya Novanto: Saya Tidak Bersalah, Dizalimi, Tahu-tahu Ada Penyadapan)

Dalam laporannya, pekan lalu, Sudirman menyebut ada permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia (FI) yang akan diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden.

Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan pada 8 Juni 2015 yang belakangan diketahui dilakukan antara Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.

Untuk melengkapi aduannya, Sudirman telah menyerahkan rekaman dan transkrip pembicaraan di pertemuan itu. (Baca: "MKD Adili Etika Anggota DPR, Sama Saja 'Jeruk Makan Jeruk'")

Menurut Ketua MKD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Surahman Hidayat, rekaman yang diserahkan Sudirman ke MKD hanya berdurasi 11 menit dan 38 detik. Sementara itu, menurut laporan Sudirman, durasi pembicaraan sebetulnya mencapai 120 menit.

Menurut Surahman, sebagian anggota MKD juga berpendapat Sudirman tidak memiliki kedudukan hukum karena saat mengadukan kasus tersebut ke MKD bukan sebagai perseorangan, melainkan sebagai Menteri ESDM. (Baca: Junimart Girsang Marah dengan Keputusan Rapat MKD)

Untuk menyelesaikan permasalahan itu, MKD akan mengundang pakar bahasa dan hukum tata negara. Namun, dari mana pakar itu belum diputuskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com