Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mulai Pekan Depan, Aksi Kamisan Dilarang Dilakukan di Depan Istana

Kompas.com - 12/11/2015, 20:02 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi kamisan yang biasa dilakukan anggota keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di depan Istana Negara, setiap Kamis kini tidak lagi diizinkan.

Kepolisian kembali menegaskan larangan berunjuk rasa sepanjang 100 meter di depan Istana Negara.

"Hari ini diizinkan, tapi mulai Kamis depan sudah tidak boleh," ujar Maria Katarina Sumarsih (52), ibunda korban kejahatan HAM masa lalu kepada Kompas.com, Kamis (12/11/2015).

Maria adalah ibu dari mendiang Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Atma Jaya yang tewas dalam peristiwa Semanggi 1998. (Baca: Aksi Kamisan Ke-400 Disertai Karangan Bunga "Turut Berbahagia" untuk Jokowi ) 

Sumarsih mengatakan, saat dia dan beberapa rekannya melakukan aksi Kamisan siang tadi, ia diberitahu oleh sejumlah polisi bahwa aksi Kamisan tidak dapat lagi dilakukan di depan pagar Istana.

Polisi tersebut lantas mengarahkan Sumarsih dan beberapa rekannya untuk melakukan aksinya di lokasi yang lebih jauh dari pagar Istana. (Baca: Korban HAM Berharap Jokowi Sambangi Ritual Kamisan ) 

Sumarsih mengakui bahwa apa yang dilakukan selama ini menyalahi aturan. (Baca: "Aksi Kamisan" Terancam Pembubaran )

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum melarang aksi unjuk rasa dilakukan di sepanjang 100 meter dari objek vital, termasuk Istana Negara.

Meski diminta untuk berpindah tempat, Sumarsih mengaku akan tetap melakukan aksi Kamisan di depan pagar Istana. (Baca: Ini 8 Kasus Pelanggaran HAM yang Masih "Macet" hingga Sekarang ) 

Ia pun tidak merasa takut akan dikenai sanksi karena melanggar aturan. 

"Saya tanya, kalau tidak mau apa sanksinya? Tapi Polisi itu bilang 'kalau pengunjuk rasa yang lain mau diatur, kalau Bu Sumarsih selalu susah diatur'," kata Sumarsih.

Semakin Jauh, Semakin Tak Dipedulikan

Sumarsih telah berjuang selama 17 tahun  menuntut pemerintah mengusut aktor peristiwa Semanggi 1998 yang membuat buah hatinya tiada.

Aksi Kamisan yang dilakukan Sumarsih dan keluarga korban HAM lain, adalah bentuk kekecewaan atas sikap pemerintah yang lebih dulu tidak menaati undang-undang.

Pelanggaran HAM, yang seharusnya diselesaikan oleh Negara, sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, tidak pernah dilakukan.

"Saya jujur melanggar undang-undang, tapi aparat juga harus mengakui membunuh anak saya," kata Sumarsih.

Dia mengatakan, bahwa ia tidak akan berhenti melakukan aksi sebelum pemerintah menyelesaikan masalah pelanggaran HAM.

"Semakin saya dekat dengan Istana, Presiden semakin mendengar dan menindaklanjuti Kalau semakin jauh, akan semakin diabaikan," kata Sumarsih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Nasional
TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

Nasional
Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com