Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Indonesia Selalu Disalahkan dalam Masa Transisi Demokrasi

Kompas.com - 03/11/2015, 05:00 WIB

Oleh: Antony Lee

DEPOK, KOMPAS - Indonesia menjadi contoh sukses pengalaman transisi demokrasi dibandingkan negara-negara lain di Afrika, Asia Tenggara, dan Amerika Latin.

Namun, demokratisasi ini dinilai publik di Indonesia belum banyak membawa perubahan positif di bidang tata kelola pemerintahan yang baik. Kerap kali kegagalan itu dijatuhkan ke pundak para presiden Indonesia.

Demikian antara lain disampaikan Richard Robinson, guru besar emeritus Asia Research Centre dari Murdoch University dalam paparannya sebagai pembicara kunci Biannual International Conference on Indonesian Politics and Government 2015 bertajuk "Directions of Democratic Reforms and Government Effectiveness" di Universitas Indonesia, Depok, Senin (2/11/2015).

Hadir pula sebagai pembicara kunci kedua Nankyung Choi, asisten profesor City University of Hongkong.

Menurut Richard, kisah sukses demokrasi transisi di Indonesia bisa dilihat dari keberadaan pemilihan umum yang berlangsung relatif efisien dan damai untuk memilih dan mengubah pemerintah.

Selain itu, masyarakat juga sudah menikmati kebebasan besar di berbagai segi kehidupan.

Namun, ia juga mencatat muncul pendapat bahwa Indonesia belum mampu maksimal menampilkan "paket-paket" positif demokratisasi, yakni tata kelola pemerintahan yang baik, administrasi yang jujur, kemakmuran ekonomi, dan persamaan sosial.

Di sisi lain, katanya, muncul kritik soal politik uang, sinisme mendalam soal korupsi, birokrasi publik, yudisial, dan parlemen.

Menurut dia, sebagian publik, terutama komentator politik dan di media, menyalahkan buruknya kepemimpinan.

Semua kegagalan itu dijatuhkan ke pundak pemimpin, termasuk para presiden di Indonesia.

Presiden ke-3 BJ Habibie, kata Richard, umumnya disebut terlalu eksentrik untuk menerapkan kebijakan praktikal.

Sementara presiden ke-4 Abdurrahman Wahid dinilai terlalu sulit diprediksi dan idealistik, sementara presiden ke-5 Megawati disebut elitis dan terisolasi.

"Susilo Bambang Yudhoyono dinilai tidak bisa mengambil kebijakan cepat. Sekarang setelah masa bulan madu berakhir, Jokowi juga secara luas disebut terlalu tidak berpengalaman dan naif secara politik," kata Richard.

Kurang tepat

Richard menilai kurang tepat argumentasi yang menyalahkan faktor kepemimpinan politik sebagai penyebab belum berhasilnya demokrasi memperbaiki tata kelola pemerintahan.

Argumentasi ini cenderung menampilkan sikap pasif karena berarti masyarakat menanti munculnya sosok pemimpin yang tepat atau "Ratu Adil".

Sebaliknya, ia berpendapat bukan hanya persoalan "agen" yang menjadi inti persoalan demokrasi di Indonesia, tetapi juga masalah struktur.

Ada hambatan struktural yang membuat para pemimpin itu tidak bisa menjalankan apa yang ingin mereka lakukan.

Persoalan struktur ini disebabkan demokrasi juga membuka pintu bagi para pencari kepentingan pribadi. Hal ini memunculkan oligarki politik yang menggurita di Indonesia.

Sementara itu, Nankyung Choi berpendapat bahwa sejak 2005 Indonesia sudah menerapkan pemilihan kepala daerah lokal.

Kendati oligarki politik dari elite-elite masih terlihat mendominasi, pemilihan kepala daerah langsung ini juga sudah mampu melahirkan pemimpin-pemimpin lokal yang bisa masuk ke ranah politik nasional.

Artikel ini telah tayang di Kompas Digital edisi Senin (2/11/2015) dengan judul "Presiden Indonesia Selalu Disalahkan dalam Masa Transisi Demokrasi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com