Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Vs Pancasila

Kompas.com - 27/10/2015, 18:14 WIB

Kenyataan ini berbanding terbalik dengan magnifikasi biaya yang tak henti-hentinya mereka ada-adakan dan tuntut tanpa malu secuil pun.

Perbandingan mereka dengan para legislator di masa Demokrasi Parlementer ibarat bumi dan langit.

Perlu dicanangkan bahwa parlemen di era Reformasi adalah yang paling khianat di sepanjang masa kemerdekaan.

Mayoritas masyarakat bangsa kita sudah lama menanggungkan kemuakan atas aneka laku nista, laku munafik, dan terutama laku serakah tanpa batas anggota parlemen.

Ia tidak atau belum sampai dibubarkan jelas bukan karena semua anggotanya berharkat, melainkan semata-mata karena, beda dengan situasi-kondisi negara-bangsa kita di pengujung 1950-an, kini kita tak lagi memiliki lembaga otoritatif atau figur panutan politik nasional untuk mencegah risiko gejolak politik tak terkendali manakala pembubaran dilakukan.

Parlemen di era Reformasi adalah buah simalakama terbesar dari negara-bangsa kita di sepanjang sejarahnya.

Kerjanya lebih banyak menggiring bangsa kita ke arah pengkhianatan dibandingkan ke arah kemaslahatan.

Hingga kini bangsa kita masih terus menoleransinya semata-mata lantaran keterpaksaan yang menyakitkan.

Toh, toleransi negatif demikian tak bisa "taken for granted", sebab ia bisa terus bertumbuh sebagai "flash point" atau "titik didih" bagi suatu ledakan gejolak politik raksasa.

Kisah di kalangan eksekutif dan yudikatif tak jauh beda. Di kedua lembaga ini pun penyalahgunaan kekuasaan sama sekali tidak kurang.

Penyalahgunaan kekuasaan sistemik bermula di masa Demokrasi Terpimpin lewat pencampakan demokrasi dengan segala akibat tragisnya.

Genosida terbesar di abad ke-20 atas saudara-saudara sebangsa berlaku tepat di persimpangan akhir Demokrasi Terpimpin dan awal Orde Baru.

Sepanjang rezimnya, Soeharto tak hanya mencampakkan demokrasi, tetapi juga menginjak-injak nasion serta menegakkan hukum rimba. Padahal, dalam korpus ilmu politik modern makin disadari niscayanya simbiosis nasion dan demokrasi.

Krisis multi-dimensi yang menimpa bangsa kita dalam 17 tahun terakhir merupakan konsekuensi penafian pakem demokrasi dan penginjak-injakan nasion.

Pencampakan nasion-demokrasi itu pulalah yang paling menandai kiprah dan panggung politik era Reformasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com