Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: KPK Harus Turun Usut Korupsi dan Suap Tambang Liar di Lumajang

Kompas.com - 19/10/2015, 09:39 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Staf Divisi Advokasi Hak Ekonomi Sosial Kontras Ananto Setiawan berpendapat, adanya dugaan penerimaan suap pada aktivitas tambang pasir besi ilegal di Lumajang, Jawa Timur, seharusnya ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia menyebutkan, masyarakat setempat pernah melaporkan dugaan korupsi atau penerimaan suap pejabat pemerintah Lumajang dari kegiatan tambang pasir ilegal di wilayah tersebut kepada KPK pada 2014 lalu. Namun, hingga saat ini, belum ada tindak lanjutnya.

"Apalagi, dalam sidang disiplin kemarin, kepala desa sudah ngomong, uang itu ke sini, ke situ, Komisi III DPR RI sebelumnya juga sudah dapat informasi ada oknum polisi yang lebih tinggi menerima uang. Kemudian, oknum DPRD dapat mobil dari situ," ujar Ananto saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/10/2015).

"Di sinilah KPK seharusnya punya wewenang yang luar biasa untuk menindaklanjuti itu semua. Sudah ada laporannya dan sudah ada satu petunjuk bukti yang menguatkan, yakni informasi-informasi itu. Sudah seharusnya ini ditangani KPK," lanjut dia.

Ia merasa khawatir jika kasus dugaan penerimaan suap terhadap pejabat negara ini tetap diusut oleh kepolisian, kasusnya akan "melempem" dan tidak tepat sasaran menjerat oknum yang bersalah. Apalagi, sesuai pernyataan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti sebelumnya, kasus itu diusut di Polda Jawa Timur, bukan ditarik Bareskrim Polri.

"Artinya, kewenangan penyelidikan serta penuntutannya enggak ada di Jakarta, Mabes Polri. Khawatirnya, Polda Jatim bisa saja bilang sudah menindak. Ya, betul sudah menindak, tapi yang ditindak yang bawah-bawahannya," ujar Ananto.

Menurut dia, polisi telah tebang pilih dalam mengusut dugaan penerimaan suap yang kini menjerat tiga oknum Polsek Pasirian. Ananto mengatakan, sejumlah pihak menyebutkan bahwa yang menerima uang tidak hanya tiga oknum Polsek, tetapi juga oknum di tingkat Polres dan Polda. Jika kasus ini tidak diambil alih KPK, penanganannya dikhawatirkan tidak akan maksimal.

Keberadaan tambang pasir ilegal di pesisir Pantai Watu Kecak, Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur, ini menyeruak ke permukaan setelah peristiwa pembunuhan petani yang menolak aktivitas tambang, Salim alias Kancil.

Kancil dibunuh dengan dianiaya terlebih dulu pada 26 September 2015 oleh puluhan orang yang mendukung tambang pasir. Polisi telah menetapkan 37 orang sebagai tersangka kasus pembunuhan. Kepala desa turut menjadi tersangka pembunuhan. Dia diduga menjadi otak pembunuhan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menparekraf Ikut Kaji Pemlokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemlokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com