MOU Dewan Pers-Polri
Dalam menangani laporan Romli terhadap aktivis ICW, Polri seharusnya merujuk pada Nota Kesepahaman (MOU) Polri-Dewan Pers. Nota kesepahaman ini secara prinsipiil menyatakan, sengketa jurnalistik harus diselesaikan secara jurnalistik. UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik telah menyediakan penyelesaian secara jurnalistik ini dengan mekanisme hak jawab, hak koreksi, permintaan maaf secara terbuka, dan penyelesaian sengketa di Dewan Pers.
Dinyatakan bahwa jika menerima pengaduan langsung tentang pers, Polri akan terlebih dahulu meminta Dewan Pers menilai apakah pengaduan itu tentang perkara jurnalistik atau bukan. Jika ternyata tentang perkara jurnalistik, penyelesaiannya akan dilakukan Dewan Pers. Sebaliknya, jika pengaduan itu ternyata tentang perkara nonjurnalistik, menjadi kewenangan Polri untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu, patut disayangkan bahwa Polri secara langsung menindaklanjuti laporan Romli atas aktivis ICW tanpa terlebih dahulu memerhatikan maksud dari nota kesepahaman di atas. Padahal, di saat yang hampir bersamaan, Dewan Pers sudah menelaah dan mengumumkan bahwa laporan Romli terhadap aktivis ICW adalah kasus jurnalistik yang harus diselesaikan di Dewan Pers.
Keinginan Dewan Pers untuk berkoordinasi dengan Polri guna menyelesaikan kasus ini semestinya diterima dengan tangan terbuka. Nota kesepahaman itu suatu kemajuan yang menunjukkan apresiasi Polri terhadap iklim kemerdekaan pers di Indonesia. Yang dibutuhkan kemudian adalah konsistensi dan komitmen Polri untuk mempertahankan capaian positif tersebut.
Pada sisi lain, perlu ditegaskan, media yang memberitakan pernyataan ICW di atas semestinya tidak bersikap pasif dan membiarkan ICW sendirian menghadapi gugatan hukum. Media harus mengambil alih atau setidak-tidaknya meringankan beban sumber berita yang sedang digugat secara hukum. Media harus membantu mencarikan jalan penyelesaian.
Langkah yang direkomendasikan kepada media massa adalah melakukan pendekatan kepada pelapor dan polisi agar bersedia "menyelesaikan masalah jurnalistik secara jurnalistik". Sedapat mungkin pihak media menawarkan hak jawab yang proporsional kepada pelapor atau mencoba memediasi guna mencari penyelesaian di luar jalur hukum. Dengan demikian, masyarakat akan mengetahui bahwa media telah menunjukkan kepedulian dan tanggung jawabnya terhadap persoalan yang dialami oleh sumber berita yang telah berkontribusi pada munculnya berita-berita di media tersebut.
Agus Sudibyo
Kepala Program Studi Akademi Televisi Indonesia
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Juli 2015, di halaman 7 dengan judul "ICW dan Sengketa Jurnalistik".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.