Padahal, merujuk Pasal 23 Ayat (2) UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011), presiden dan/atau DPR memiliki ruang mengajukan RUU di luar Prolegnas dengan kondisi sangat ketat: untuk mengatasi keadaan luar biasa, konflik, atau bencana alam. Kondisi kedua, keadaan tertentu lainnya, memastikan adanya urgensi nasional terhadap suatu RUU.
Melihat alasan yang memungkinkan adanya rencana di luar Prolegnas, sikap Jokowi menolak revisi UU No 30/2002 sangat tepat. Namun, seandainya pembahasan tetap berlanjut, presiden memiliki posisi konstitusional amat kuat untuk menolak. Otoritas penolakan dapat digunakan bila presiden konsisten menolak maunya DPR merevisi UU itu.
Modal konstitusional presiden untuk bertahan diberikan oleh Pasal 20 Ayat (2) dan (2) UUD 1945. Dalam hal ini, menteri yang mewakili presiden bisa secara terbuka menyatakan penolakan saat pembahasan dan persetujuan di DPR. Mengikuti logika Pasal 20 Ayat (2) dan (3) tersebut, jika salah satu pihak yang ikut dalam pembahasan bersama menyatakan menolak, maka persetujuan tidak terjadi. Ketentuan tersebut menyediakan ruang bertahan yang sangat kuat bagi Jokowi.
Begitu pula dengan dana aspirasi, sikap DPR mengusulkan program pembangunan daerah pemilihan dapat dikatakan menyimpang dari esensi DPR sebagai pemegang kuasa legislatif. Ketika DPR masuk ranah teknis penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan ranah kekuasaan eksekutif, DPR sedang meninggalkan karakter dasarnya dalam proses persetujuan RAPBN.
Jika dikaitkan dengan dasar yuridis konstitusional Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945, sikap DPR dapat dikategorikan menyandera kewenangan pengajuan RAPBN yang menjadi kekuasaan presiden. Ihwal ini, Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan, rancangan undang-undang APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memerhatikan pertimbangan DPD. Karena hanya bisa diajukan oleh presiden, legislasi RUU APBN diatur terpisah dalam Pasal 20 UUD 1945. Argumentasi konstitusional ini makin kuat bila dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013.