Sekiranya anggota DPR masih tetap bersikeras, berdasarkan konstruksi yuridis konstitusional Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945, pemerintah dapat saja tidak memasukkan usulan dana aspirasi dalam bagian RAPBN yang akan diajukan ke DPR. Sebagaimana halnya dengan revisi UU No 30/2002, bila tetap tidak dapat menghindar dari pengajuan, pemerintah masih dapat menggunakan wewenang konstitusional lainnya, yaitu menolak membahas usulan dana aspirasi dalam tahap pembahasan dan persetujuan dengan DPR. Bahkan, jika terjadi perbedaan tajam sehingga persetujuan bersama DPR tidak dicapai, berdasarkan Pasal 23 Ayat (3) UUD 1945 Presiden menjalankan APBN 2015.
Perombakan kabinet
Pembuktian lain adanya titik balik pada Presiden Jokowi tidak hanya dapat dilacak dari pola relasi dengan DPR di atas, tetapi dalam rencana perombakan kabinet mendatang. Sebagai pemegang kuasa tertinggi pemerintahan, dalam proses pengisian anggota kabinet di awal berkuasa, sepertinya Jokowi tidak dapat memenuhi esensi hak prerogatif presiden dalam mengangkat menteri negara. Saat itu, Jokowi lebih banyak terbelenggu oleh ketua partai politik di balik pencalonannya.
Melihat realitas politik, Jokowi tidak mungkin bebas 100 persen menentukan menteri dan meninggalkan peran (ketua) partai politik. Namun, menjaga hak prerogatif, Jokowi harus menjadi orang yang paling menentukan. Artinya, (ketua) partai politik mengusulkan sejumlah nama, tetapi nama final ditentukan presiden. Bahkan, jika Jokowi tidak berkenan dengan nama-nama yang diusulkan, ia dapat meminta usulan nama baru bahkan menentukan sendiri sepanjang dari partai politik yang memiliki kuota.