Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Agung Sebut MA Akan Keluarkan Perma untuk Atur Gelombang Praperadilan

Kompas.com - 03/06/2015, 20:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Hakim Agung Gayus Lumbun menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi yang pada pokoknya memperluas kewenangan praperadilan di luar Pasal 77 KUHAP akan dikalahkan oleh peraturan Mahkamah Agung (Perma) terkait sikap resmi MA dalam menjawab gejolak praperadilan yang berlangsung hingga kini.

Menurut Gayus, putusan MK bersifat terbatas karena harus sesuai dengan permohonan uji materi, tidak boleh "ultra petita", dan MK juga tidak boleh membuat norma baru.

"Sedangkan MA berdasarkan Pasal 79 UU Nomor 49 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman memiliki kewenangan untuk membuat peraturan yang setingkat dengan undang-undang demi lancarnya proses peradilan," tuturnya usai menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk "Mendorong Penguatan Sistem Perekrutan Hakim yang Berkualitas dan Berintegritas" di Aula Universitas Al-Azhar, Jakarta, Rabu (3/6/2015).

Belakangan ini, menurut pengamatannya, hakim cenderung ragu-ragu dalam memutus perkara praperadilan antara harus tetap mengacu pada KUHAP atau boleh menyimpang dari KUHAP, seperti yang dipraktikkan oleh Hakim Sarpin Rizaldi dalam memutus praperadilan Komjen Polisi Budi Gunawan, Februari lalu.

Ditambah lagi dengan Putusan MK pada 28 April 2015 yang menambah penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan ke dalam objek praperadilan, maka beberapa hakim kemudian menggunakan putusan tersebut sebagai acuan dalam memutus perkara praperadilan.

Untuk itu, kata Gayus, MA sebagai pucuk pimpinan peradilan harus segera mengadakan rapat pleno lengkap seluruh hakim agung di MA untuk merumuskan sebuah Perma terkait sikap resmi MA akan gelombang praperadilan.

"Saya mengharapkan Perma agar bisa berlaku untuk orang di luar MA, kalau Surat Edaran MA (SEMA) kan untuk internal hakim-hakim di MA saja," tutur pria berusia 67 tahun itu.

Dia menyebutkan tiga sikap yang dapat diambil sebagai putusan resmi MA diantaranya mengatur bahwa terobosan yang dibuat Hakim Sarpin yang saat ini diikuti oleh beberapa hakim lain memang dibolehkan.

Kedua, bahwa putusan praperadilan yang paling tepat masih harus mengacu pada KUHAP sebagaimana selama ini mengingat proses revisi KUHAP yang sampai sekarang belum final.

Ketiga, hakim diberi kebebasan untuk memilih apakah dia akan memilih "cara Sarpin" atau tetap memutus berdasarkan KUHAP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com