JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim tindak pidana korupsi menghadirkan paksa staf di SKK Migas bernama Hardiono dalam sidang dengan terdakwa mantan Ketua Komisi VI DPR Sutan Bhatoegana pada pekan depan. Pasalnya, Hardiono telah tiga kali tidak hadir tanpa keterangan untuk memberi kesaksian dalam sidang tersebut.
"Saksi Hardiono pada hari ini tidak hadir tanpa keterangan. Mohon kepada hakim untuk saksi Hardiono dihadirkan paksa," ujar Jaksa Doddy Sukmono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (10/6/2015).
Hakim Artha Theresia pun mengabulkan permintaan tersebut dengan pertimbangan saksi mangkir dari panggilan selama tiga kali.
Dalam berkas dakwaan, peran Hardiono sebagai perantara uang yang diberikan SKK Migas kepada mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno.
Setelah itu, Waryono membagi-bagikan uang tersebut menjadi beberapa bagian, yakni untuk pimpinan Komisi VII sebesar 7.500 dollar AS, anggota Komisi VII sebesar 2.500 dollar AS, dan sekretariat sebesar 2.500 dollar AS.
Waryono menandainya dengan inisial P untuk pimpinan, A untuk anggota, dan S untuk Sekretariat. Sejumlah uang tersebut, diistilahkan sebagai "buka gendang", yaitu penyerahan tahap pertama.
Sementara istilah "tutup gendang" adalah penyerahan uang tahap selanjutnya yang akhirnya gagal diserahkan untuk DPR.
Dalam berkas dakwaan, Waryono memberikan uang sebesar 140.000 dollar AS untuk Komisi VII DPR melalui Sutan, yang ditaruh dalam kantong kertas berwarna perak. Uang tersebut diberikan Waryono melalui Irianto yang merupakan staf khusus Sutan.
Rinciannya, empat pimpinan Komisi VII DPR menerima masing-masing 7.500 dollar AS, 43 anggota Komisi VII DPR menerima masing-masing 2.500 dollar AS, dan untuk Sekretariat Komisi VII DPR sebesar 2.500 dollar AS.
Uang tersebut ditujukan untuk memuluskan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Kementerian ESDM di Komisi VII DPR RI.
Atas perbuatannya, Sutan dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.