"Anomali kekuasaan" adalah penyimpangan dari relasi kekuasaan yang "normal", ke arah yang "abnormal". Di sini ada distorsi kepada otoritas kekuasaan, ketika fungsi kekuasaan nyata diambil alih kekuatan-kekuataan tak tampak, di mana, ironisnya, para aparat negara justru patuh kepada kekuatan tak tampak ini. Kondisi ini menyebabkan aparatus negara tak berfungsi normal karena digerogoti kekuatan-kekuatan tak tampak itu.
Fungsi "normal" aparat hukum seperti kepolisian adalah menegakkan aturan hukum demi kebenaran. Anomali hukum adalah penyimpangan fungsi aparat hukum, yang alih-alih menegakkan hukum, justru melindungi kepentingan korps mereka, khususnya atas tuduhan keterlibatan korupsi. Anomali tingkat aparat ini menggiring pula kepada anomali di tingkat aparatus hukum, yang kini tak lagi mengarahkan perilaku, opini atau wacana ke arah pengungkapan kebenaran, tetapi malah memalsukan kebenaran.
Di dalam sistem pemerintahan demokratis, sistem kekuasaan tak hanya terbagi secara horizontal sebagai manifestasi prinsip check and balance (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), juga secara vertikal bersifat hierarkis. Fungsi aparat adalah menjalankan tugasnya sebatas otoritasnya, dengan mematuhi otoritas kekuasaan lebih tinggi. Anomali kekuasaan adalah ketika otoritas kekuasaan lebih rendah tak patuh kepada otoritas di atasnya, seperti yang ditunjukkan aparat kepolisian.
Anomali kekuasaan pada rezim pemerintahan Jokowi ditandai anomali kekuasaan horizontal dan vertikal sekaligus. Di satu sisi, otoritas kekuasaan lebih rendah tak patuh kepada kekuasaan lebih tinggi, seperti ditunjukkan aparat kepolisian. Di sini lain, ada intervensi sistem kekuasaan yang setara, seperti yang ditunjukkan Menteri Hukum dan HAM terhadap lembaga yudikatif.
Skeptisisme politik
Relasi kekuasaan demokratis yang ditunjukkan melalui aktivitas kepemerintahan menentukan kualitas demokrasi. Otoritas kekuasaan tak saja harus ditunjukkan secara penuh, utuh, berkesatuan, konsisten, dan berkelanjutan, tetapi juga tak mengandung unsur ambiguitas, ambivalensi, dan kontradiksi. Kekuasaan tak mungkin mengandung dua sifat kontradiktif sekaligus: berkuasa sekaligus tak berkuasa, memerintah sekaligus diperintah, melarang sekaligus menyuruh.
Ambiguitas adalah kekacauan makna dalam bahasa. Padanannya dalam perilaku adalah ambivalensi, yaitu keadaan mengambang di antara dua tindakan. Kata-kata ambigu biasanya adalah turunan dari perilaku ambivalen. Ironisnya, ambiguitas ucapan dan ambivalensi tingkah laku ini yang menandai rezim sekarang ini: ucapan ambigu ("tidak akan impor beras", tetapi "boleh impor beras') dan tindakan ambivalen (meminjam ke Bank Dunia, tetapi meminta dihapuskan Bank Dunia).